Berhubung memiliki jalinan jodoh dengan Buddha, kita merasa sukacita saat mendengar Dharma. Karena itu, kita hendaknya segera menjalankan praktik sesuai ajaran Buddha untuk kembali pada hakikat sejati yang murni. Jika tidak, ada banyak hal di dunia ini yang bisa membuat kita terjerumus dalam perangkap.

Ada orang yang berkata, “Kita harus mengikuti tradisi seperti ini.” Namun, terkadang ada tradisi yang tidak masuk akal. Contohnya, upacara penyeberangan pada bulan 7 Imlek. Upacara penyeberangan semula bertujuan untuk menolong semua makhluk yang menderita, tetapi orang-orang malah melakukan penyembelihan secara besar-besaran. Sungguh, ini merupakan tradisi buruk yang harus segera diperbaiki dengan ajaran benar. Semoga orang-orang tak lagi menyembelih hewan untuk dijadikan persembahan pada bulan 7 Imlek.

Makna sesungguhnya dari upacara penyeberangan ialah membuka pintu hati orang-orang untuk mengasihi semua makhluk yang menderita. Kita hendaknya berusaha untuk menolong semua makhluk yang kelaparan dan menderita. Jadi, kita harus menyeberangkan mereka dari tempat yang penuh penderitaan ke tempat yang penuh kebahagiaan dan ketenteraman. Inilah yang disebut menyeberangkan atau membimbing.

Membawa ketenteraman bagi semua makhluk, inilah yang disebut menyeberangkan. Jika bisa memahami hal ini, berarti kita memiliki keyakinan benar. Jika demikian, kita bisa kembali pada hakikat sejati yang murni dan mencapai kebuddhaan. Selanjutnya, dikatakan, “Melekat dalam-dalam pada sesuatu yang keliru, berpegang teguh padanya dan enggan melepasnya.” Ada banyak orang yang memiliki kemelekatan mendalam terhadap hal-hal yang keliru.

Pada zaman India kuno juga terdapat tradisi-tradisi buruk. Pada zaman India kuno, para putra harus menyiapkan sehelai selimut untuk ayah mereka. Saat berusia 60 tahun, sang ayah harus membawa selimut tersebut dan tinggal di depan rumah untuk berjaga di sana.

Dalam sebuah keluarga, putra sulung berkata pada adik laki-lakinya, “Beberapa hari lagi, ayah kita akan genap berusia 60 tahun. Engkau hendaknya segera menyiapkan sehelai selimut untuknya.”

Sang adik benar-benar menyiapkan sehelai selimut dan berkata pada kakaknya, “Aku telah menyiapkannya.”

Sang kakak melihat selimut itu dan mendapati bahwa ia digunting menjadi dua bagian. Dia berkata, “Mengapa engkau mengguntingnya menjadi dua bagian?”

Adiknya berkata, “Aku telah mencari di seluruh rumah kita dan hanya menemukan selimut ini. Jadi, Ayah dapat menggunakan setengahnya.”

Sang kakak lalu bertanya, “Di mana setengahnya lagi?”

Adiknya berkata, “Tidak lama lagi akan tiba giliranmu. Putramu dapat menggunakannya untukmu.”

Mendengar ucapan adiknya, sang kakak berkata, “Benar, waktu berlalu dengan sangat cepat. Tidak lama lagi akan tiba giliranku. Tradisi ini telah dijalankan secara turun-temurun. Namun, apakah ini benar?”

Adiknya berkata, “Ya, ini adalah tradisi buruk yang tidak masuk akal.”

Itu memang tidak benar, tetapi apa yang harus mereka lakukan? Keesokan harinya, kedua kakak beradik ini menghadap seorang menteri. Mereka menyampaikan bahwa tradisi buruk seperti itu hendaknya tidak diteruskan. Mereka menyampaikan semua isi hati mereka. Menteri ini juga merasa bahwa tradisi tersebut tidak masuk akal.

Pada usia 60 tahun, orang-orang seharusnya hidup nyaman. Mereka telah bersusah payah seumur hidup dan bekerja keras demi keluarga mereka. Mengapa saat sudah lanjut usia, mereka hanya mendapatkan sehelai selimut dan harus berjaga di depan pintu rumah? Itu sungguh tidak masuk akal.

Setiap orang akan menua. Tradisi buruk seperti ini hendaknya dicabut. Menteri ini lalu menghadap raja dan menyarankan untuk mencabut tradisi buruk tersebut. Sang raja dengan bijaksana berkata, “Benar, tradisi buruk yang dijalankan turun-temurun ini seharusnya dicabut.” Akhirnya, tradisi ini pun dicabut.

Jadi, terdapat tradisi seperti ini pada zaman India kuno yang membawa penderitaan tak terkira bagi orang-orang yang usianya telah mencapai 60 tahun. Setelah bersusah payah seumur hidup, apa yang mereka dapatkan? Hanya sehelai selimut untuk berjaga di depan pintu rumah. Ini merupakan tradisi buruk. Apa yang mereka dapatkan setelah bekerja keras seumur hidup?

Orang-orang menua seiring berjalannya waktu dan mereka malah berakhir seperti itu. Ini karena tradisi buruk yang dijalankan turun-temurun. Di tengah masyarakat kita juga terdapat banyak tradisi buruk. Semua itu bisa diubah. Jadi, segala sesuatu terus berubah.

Kebenaran sejati tidak melekat pada cara-cara atau bentuk luar tertentu. Kebenaran sejati adalah Dharma yang tidak berkondisi. Berhubung ia tidak bisa dilihat, mengapa kita harus mengikuti kebiasaan atau tradisi yang menimbulkan kebingungan antarmanusia? Mengapa sesuatu yang tidak memiliki nilai kemanusiaan dan moralitas dibiarkan beredar di tengah masyarakat?

Contohnya, demi meredam bencana, orang-orang menyembelih babi, kambing, dan sebagainya sebagai persembahan. Semua ini melanggar moralitas. Demikianlah tradisi buruk. Apakah tradisi buruk bisa diubah? Bisa.

Semua tradisi buruk bisa diubah. Jika kita melekat dalam-dalam pada tradisi buruk, itu tidaklah benar. Nilai kekeluargaan dan moralitas adalah prinsip kebenaran atau Dharma yang tidak berkondisi yang hendaknya dipraktikkan dalam kehidupan kita. Dengan menapaki jalan yang benar, kita akan melakukan hal yang benar.

Ada sebagian besar orang yang melekat dalam-dalam pada tradisi duniawi yang tidak masuk akal sehingga menimbulkan banyak kekeliruan. Dengan berpegang teguh pada kekeliruan dan enggan melepasnya, manusia akan selamanya sombong dan angkuh.

Manusia sering kali merasa sombong dan merasa unggul dari orang lain dalam segala hal. Mereka memiliki ego yang sangat tinggi dan kepercayaan diri yang membabi buta. Karena keangkuhan, kesombongan, dan kegelapan batin mereka, pikiran mereka pun menyimpang. Ada orang yang memiliki keangkuhan dan ego yang sangat besar, ada pula yang menyanjung orang lain demi memperoleh keuntungan.

Saudara sekalian, janganlah kalian mengikuti tradisi buruk. Tradisi buruk harus dihentikan. Contohnya, tradisi yang hanya memberikan sehelai atau setengah helai selimut kepada orang yang telah lanjut usia. Tradisi buruk seperti ini harus dicabut agar orang-orang dapat kembali hidup bermartabat. Jadi, dengan berpegang pada prinsip kebenaran, kita dapat menjaga martabat kita dan mencapai kebuddhaan dengan langkah yang mantap. Untuk itu, setiap orang harus senantiasa bersungguh hati.

Sumber: Program Master Cheng Yen Bercerita (DAAI TV)
Penerjemah: Hendry, Marlina, Shinta, Janet, (DAAI TV Indonesia)