Makhluk awam selalu membangkitkan pikiran pengganggu dan noda batin yang tiada akhir. Berhubung membangkitkan noda batin yang tiada akhir, mereka mengalami penderitaan tak terkira dan terus mengalami kelahiran kembali di Enam Alam Kehidupan. Berhubung telah memahami bahwa penyebab siklus kelahiran kembali ialah noda batin, kita harus memutus noda batin.

Noda batin timbul dalam pikiran kita. Noda batin yang timbul dalam pikiran kita akan terwujud lewat perbuatan kita sehingga kita menciptakan karma buruk. Dalam kehidupan sehari-hari, kita harus menjaga pikiran kita. Kekuatan pikiran sangatlah besar, bagaimana bisa kita tidak waspada setiap waktu? Saat Buddha masih hidup, selain membimbing semua makhluk, Buddha juga memimpin para anggota Sangha.

Buddha selalu memberikan teladan nyata dan membabarkan Dharma setiap hari. Lewat perbuatan, ucapan, dan pikiran, Beliau menginspirasi orang-orang untuk melatih diri. Kini, kita hendaknya juga menjaga perbuatan, ucapan, dan pikiran kita agar tetap murni, barulah kita bisa menginspirasi orang lain.

Di sebuah negeri kecil, setiap hari saat matahari akan terbenam, ada setan yang berkeliaran di desa untuk menyantap manusia.

Setiap hari, dia menyantap satu hingga belasan atau 20 orang. Semua orang sangat takut dan ingin meninggalkan negeri tersebut.

Mengetahui hal ini, setan itu berkata, “Meski kalian meninggalkan tempat ini, aku tetap bisa menemukan kalian. Jika kalian mengorbankan satu orang padaku setiap hari, aku akan membiarkan kalian hidup tenteram.”

Orang-orang terpaksa menyetujuinya dan mengorbankan satu orang setiap hari.

Suatu hari, tibalah giliran keluarga seorang tetua. Mereka hanya memiliki seorang putra yang merupakan kesayangan mereka. Kedua orang tua sangat khawatir dan sedih.

Selama beberapa hari itu, mereka merangkul anak mereka sambil menangis. Mereka berdoa dengan tulus dan dengan kekuatan batin-Nya, Buddha mengetahui hal ini.

Hari itu, kedua orang tua itu terpaksa mengantarkan anak mereka ke depan gua setan itu. Sulit bagi mereka untuk meninggalkan anak mereka.

Kebetulan, setan itu tidak ada di dalam gua. Pada saat itu, Buddha masuk ke dalam gua, duduk di tempat duduk setan itu, dan bermeditasi di sana. Melihat Buddha yang begitu agung, anak itu pun duduk di sisi-Nya.

Saat setan itu kembali dan melihat keagungan Buddha, timbul rasa takut dalam hatinya. Meski memiliki rasa takut, tetapi saat melihat anak itu di samping Buddha, dia mengeluarkan pedang untuk melukai Buddha. Buddha tetap tenang dan bergeming.

Sebelum mengenai Buddha, pedang itu berubah menjadi bunga surgawi dan jatuh ke tanah. Setan itu sangat marah dan terus menyerang dengan pasir dan batu. Namun, sebelum mengenai Buddha, semua itu berubah menjadi aneka makanan lezat dan jatuh di hadapan Buddha.

Setan itu juga sangat terkejut. Jadi, dia berjalan ke hadapan Buddha dan berkata, “Bagaimana Engkau melatih diri hingga memiliki kekuatan sebesar ini?”

Buddha berkata, “Aku hanya menjaga pikiran-Ku dan mengembangkan welas asih. Demikianlah Aku melatih diri.”

Setan itu berkata, “Sekarang aku sangat lapar. Mohon kembalikan anak itu padaku.”

Buddha berkata, “Engkau sungguh kasihan. Tahukah engkau bahwa di kehidupan lampau, engkau adalah seorang petapa? Hanya saja, engkau membangkitkan pikiran buruk dan menciptakan karma buruk sehingga engkau terlahir di alam setan. Namun, engkau masih menciptakan karma buruk setiap hari. Engkau sungguh setan yang tidak tertolong.”

Mendengar ucapan Buddha, setan itu sepertinya mengingat sebagian dari kehidupan lampaunya. “Dahulu aku juga seorang petapa, tetapi nafsu keinginan yang timbul membuat aku menciptakan karma buruk membunuh. Karena itu, aku sudah sangat lama mengalami penderitaan tak terkira di alam setan. Kini aku hendaknya segera melatih diri.”

Saat niat ini timbul, dia langsung berlutut di hadapan Buddha dan memohon pada Buddha untuk menyelamatkannya. Buddha lalu membabarkan Dharma baginya.

Setan itu lalu mempersembahkan gunungnya kepada Buddha, menyatakan berlindung kepada Tiga Permata, dan meminta kepada Buddha untuk membuka ladang pelatihan di sana guna membimbing semua makhluk.

Lewat kisah ini, kita bisa mengetahui betapa menakutkannya kekuatan pikiran kita. Setan itu bertanya kepada Buddha, “Apa itu karma lama? Apa itu karma baru?”

Buddha berkata, “Karma lama tercipta karena timbulnya kegelapan batin. Timbulnya ketamakan, kebencian, dan kebodohan membuat kita membunuh, mencuri, dan melakukan perbuatan asusila. Akibat kebodohan, kita bertutur kata kasar, berdusta, berkata-kata kosong, dan berlidah dua. Demikianlah karma buruk yang sudah tercipta. Karma buruk yang sudah tercipta disebut karma lama. Karma baru ialah pikiran yang timbul sekarang. Sebelum terwujud dalam perbuatan, pikiran yang timbul disebut karma baru.” Karma lama telah tercipta dan karma baru pun terus diciptakan.

Sesungguhnya, siapa yang menciptakan karma? Diri sendiri. Siapa yang bisa menyelamatkan kita? Diri sendiri. Jika kita enggan menyelamatkan diri sendiri, Buddha muncul di hadapan kita pun percuma. Kita harus bisa berintrospeksi diri, baru bisa menyelamatkan diri sendiri.

Kita sungguh dipenuhi berkah dan hendaknya menghargainya. Kita harus bersungguh-sungguh melindungi tekad pelatihan kita dan memperhatikan satu sama lain. Memperhatikan sesama berarti mengasihi, melindungi tekad pelatihan diri sendiri berarti menjaga kemurnian pikiran.

Kita mengembangkan kebijaksanaan dengan menjaga kemurnian pikiran dan memupuk berkah dengan memperhatikan sesama dengan cinta kasih. Inilah yang disebut membina berkah sekaligus kebijaksanaan.