Dalam kehidupan ini, tidak ada momen tanpa perubahan. Seiring berlalunya waktu, tubuh kita juga mengalami metabolisme. Setelah berselang beberapa waktu, jika mengenang kehidupan kita di masa lalu, kita akan mendapati perbedaan besar dengan kehidupan kita sekarang.
Jadi, kita harus menjaga tekad kita setiap waktu. Jangan membiarkan tekad kita berubah. Bagaimana tekad kita dahulu, demikian pulalah hendaknya tekad kita kini. Karena itulah, dikatakan bahwa jika bisa menjaga tekad awal, kita bisa mencapai kebuddhaan.
Kehidupan di dunia ini bagaikan roda, terkadang di atas dan terkadang di bawah. Adakalanya, kita hidup serba sulit. Adakalanya, kita sangat sukses. Namun, hanya orang yang bisa mempertahankan tekadnya yang bisa memperoleh kesuksesan. Orang yang kini sangat kaya mungkin pernah hidup miskin di masa lalu.
Contohnya seorang dokter yang merupakan spesialis bedah toraks dan kardiovaskular. Kini beliau sudah lanjut usia. Di tengah masyarakat kita, beliau memiliki kehidupan yang mengagumkan dan merupakan seorang dokter yang baik.
Pada tahun 1940-an, masyarakat Taiwan sangat sederhana dan banyak orang yang hidup kekurangan. Dokter ini juga berasal dari keluarga kurang mampu. Ibunya melahirkan 7 anak dan keluarga yang terdiri atas 9 orang ini dinafkahi oleh sang ayah yang merupakan pekerja tambang.
Upahnya hanya puluhan dolar NT per hari. Dia harus berangkat kerja sebelum matahari terbit dan baru meninggalkan tambang saat larut malam. Berhubung putra sulungnya sudah masuk sekolah menengah, bebannya semakin berat sehingga dia semakin bekerja keras.
Suatu hari, dia mulai batuk dan batuknya semakin parah. Namun, dia tetap bekerja di tambang. Dua hingga tiga tahun kemudian, batuknya menjadi sangat parah. Dia juga demam tinggi sehingga harus berobat ke dokter. Setelah dirontgen, dia didiagnosis terkena pneumokoniosis dan dianjurkan untuk beristirahat. Jadi, beban berat keluarga ini pun jatuh di pundak istrinya.
Putra sulungnya lalu berkata padanya, “Setelah lulus sekolah menengah, saya tidak ingin melanjutkan pendidikan. Saya akan bekerja.”
Dia sangat marah dan berkata pada putranya ini bahwa dia hanya memiliki satu harapan, yaitu anaknya dapat bersekolah dengan tenang meski dia harus membanting tulang. Berhubung tahu bahwa sang ayah mementingkan pendidikan anak-anaknya, putra sulung ini pun semakin tekun belajar.
Tidak lama kemudian, ayahnya meninggal dunia.
Pagi-pagi, dia mengantarkan surat kabar sebelum berangkat ke sekolah. Dia sering tidak makan. Menjelang ujian masuk perguruan tinggi, dia belajar hingga larut malam.
Suatu pagi, saat tiba di depan sebuah rumah untuk mengantarkan surat kabar, dia tiba-tiba merasa pusing sehingga harus bertumpu pada kotak surat di dekat pintu.
Kemudian, pintu terbuka dan seorang gadis berjalan keluar. Melihat anak muda ini, dia bertanya, “Apakah kamu baik-baik saja?”
Anak muda ini berkata, “Saya baik-baik saja.”
Gadis ini berkata, “Ada yang bisa saya bantu?”
Anak muda ini berkata, “Bolehkah saya meminta segelas air hangat?”
Gadis ini segera masuk ke dalam dan kembali dengan segelas sari kedelai hangat.
Menerima sari kedelai yang hangat ini, dia sangat gembira. Setelah meminumnya, dia menganggukkan kepala pada gadis itu dan kembali mengantarkan surat kabar.
Dalam perjalanan, dia sangat menyesal karena tidak berterima kasih pada gadis itu. Dia masih ingat gadis itu mengenakan pakaian seragam sekolah dan namanya tertera di pakaian tersebut.
Setiap hari, saat mengantarkan surat kabar ke rumah itu, dia selalu menunggu sedikitnya dua menit. Namun, dia tidak pernah bertemu gadis itu.
Akhirnya, dia diterima di sebuah fakultas kedokteran di Taipei. Dia sangat tekun belajar. Kemudian, dia lulus dan mulai menjadi dokter spesialis bedah toraks dan kardiovaskular. Dia sangat bekerja keras hingga menjadi kepala departemen bedah toraks dan kardiovaskular di sebuah rumah sakit besar.
Suatu hari, saat melihat nama seorang pasien baru, dia merasa nama tersebut sangat familier. Setelah melakukan pemeriksaan, dia mendapati bahwa pasien tersebut terkena emboli paru. Dia segera menjalankan operasi untuknya dan berhasil menyelamatkannya dari kondisi kritis.
Pasien perempuan itu diopname sangat lama dan dia sangat khawatir tidak dapat membayar biaya pengobatannya. Saat dia akan keluar dari rumah sakit, perawat mengantarkan surat tagihan rumah sakit.
Angka dalam surat tagihan itu sangat besar, tetapi di bagian bawahnya terdapat tulisan berwarna merah yang berbunyi, “Terima kasih, segelas sari kedelai darimu telah melunasi seluruh tagihan pengobatanmu. Saya berutang ‘terima kasih’ padamu selama lebih dari 20 tahun.”
Kisah ini begitu menyentuh.
Seorang pemuda kurang mampu bersyukur atas segelas sari kedelai yang diberikan seorang gadis padanya dan setelah lebih dari 20 tahun, dia menjadi dokter terpandang dan menyelamatkan nyawa gadis tersebut.
Jadi, ada peribahasa yang berbunyi, “Segelas air dibalas makanan lezat. Untuk setiap kebajikan kecil, balasannya sepuluh kali lipat.” Dalam cerita ini, bukan hanya sepuluh kali lipat.
Saudara sekalian, dalam kehidupan sehari-hari, kita harus mengakumulasi kebajikan. Jangan meremehkan kebajikan kecil. Saat seseorang kedinginan, kita dapat memberinya segelas air hangat agar dia dapat menghangatkan tangannya atau meminumnya. Jangan berpikir bahwa ini hanya kebajikan kecil.
Contohnya dalam kisah ini, hanya karena segelas sari kedelai, nyawa perempuan tersebut bisa terselamatkan. Kisah ini sungguh penuh kehangatan. Lihatlah betapa menakjubkannya kehidupan ini.
Berdana sangatlah penting. Berdana, tutur kata penuh cinta kasih, tindakan bermanfaat, dan membimbing orang lain, semua ini adalah Empat Metode Pendekatan. Meski hanya sedikit, berdana tetaplah berdana.
Sedikit membantu atau membawa manfaat bagi orang lain, itu juga termasuk tindakan bermanfaat. Dengan bertutur kata baik, kita juga mempraktikkan tutur kata penuh cinta kasih. Saat berinteraksi dengan orang lain, kita juga bisa membimbing mereka. Dalam ajaran Buddha, ini disebut Empat Metode Pendekatan. Ini sangat penting dan harus dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.