Kita harus tekun dalam mendengar, merenungkan, dan mempraktikkan Dharma. Berpegang pada sila, samadhi, dan kebijaksanaan saat mempelajari Dharma, ini harus dilakukan oleh setiap orang dengan kesungguhan hati. Inilah arah dan tujuan kita dalam mempelajari Dharma.
Tekun mendengar Dharma berarti bersungguh hati. Jangan hanya berkata, “Ya, Master, saya sudah mendengar kata-kata Master.” Mendengar saja tidaklah cukup. Mengenai mendengar Dharma, apakah ada begitu banyak yang bisa disampaikan? Ya. Kita harus mengingatnya di dalam hati.
Setelah mendengar Dharma, apa yang harus kita lakukan? Kita harus mengingat apa yang kita dengar. Jika ada kalimat yang belum dipahami, kita harus merenungkannya kembali. Usai mendengar Dharma, kita harus mengingat kembali ajaran yang kita dengar, lalu merenungkannya untuk memahaminya. Setelah merenungkannya dan memahaminya secara tuntas, kita harus mempraktikkannya. Jadi, ini disebut mendengar, merenungkan, dan mempraktikkan.
Kita semua tahu tentang sila, samadhi, dan kebijaksanaan. Berpegang pada sila berarti menaati aturan. Umat perumah tangga berpegang pada Lima Sila serta mempraktikkan Sepuluh Kebajikan. Jika umat perumah tangga dapat menjalankan Lima Sila dan Sepuluh Kebajikan, mereka dapat disebut insan mulia. Jika dapat berpegang pada sila, secara alami, kita akan merasa tenang. Dengan tidak melakukan hal yang buruk dan berpegang pada sila, hati kita akan sangat tenang dan tidak terpengaruh oleh hal-hal duniawi.
Kita semua berusaha untuk memahami Dharma. Setelah memahami Dharma, kita juga harus mempraktikkannya bersama. Tanpa praktik nyata, pemahaman sebanyak apa pun percuma. Jadi, kita harus berikrar dan mempertahankannya, baru bisa melangkah maju di jalan pelatihan diri ini.
Raja Prasenajit memiliki seorang istri bernama Mallika. Ratu Mallika yakin pada ajaran Buddha serta berpegang pada sila, samadhi, dan kebijaksanaan. Meski hidup nyaman di istana, dia sangat tekun mendengar Dharma dan mempraktikkannya.
Saat itu, seorang pedagang berlayar untuk mencari harta karun. Saat kapal berlayar di tengah laut, tiba-tiba, dewa laut muncul dari laut dan berkata pada pedagang itu, “Jika engkau dapat menjawab pertanyaanku, kapal ini dapat melewati laut ini dengan selamat. Jika tidak, kapalmu ini tidak akan bisa melewati laut ini. Apa pertanyaanmu?”
Dewa laut itu lalu bertanya padanya, “Air di manakah yang lebih banyak? Air di mangkukku ini atau air di laut?”
Pedagang itu menjawab, “Tentu saja air di mangkukmu lebih banyak.”
Dewa laut berkata, “Laut ini begitu luas sehingga dapat menampung begitu banyak kapal. Bagaimana air di mangkukku ini dapat dibandingkan dengan air di laut?”
Pedagang itu berkata, “Apa yang aku butuhkan saat ini adalah semangkuk air tawar yang dapat aku minum untuk bertahan hidup. Meski air di laut ini sangat banyak, tetapi ia tidak dapat diminum.”
Dewa laut berkata, “Benar. Berhubung engkau menunjukkan rasa hormatmu, maka aku akan membiarkanmu lewat.” Dewa laut itu bukan hanya membiarkannya lewat, bahkan memberikan seuntai kalung koral padanya.
Setelah mendapatkan harta karun dari laut dan melewati laut itu dengan selamat, pedagang itu berpikir, “Aku tidak dapat menyimpan barang ini dengan baik. Lebih baik aku mempersembahkannya kepada raja.” Dia lalu mempersembahkannya kepada raja.
Menerima hadiah yang begitu indah, sang raja merasa bahwa sangat disayangkan jika hanya disimpan di dalam gudang. Ia hendaknya diberikan pada wanita yang jelita. Jadi, di antara sekian banyak istrinya, sang raja akan memilih yang paling jelita.
Mendengar hal ini, semua istrinya berdandan dan berkumpul bersama. Namun, Ratu Mallika tidak hadir. Raja berkata, “Mengapa Ratu Mallika tidak datang?” Raja menduga bahwa dia tidak menerima kabar dan memerintahkan pengawal untuk memanggilnya. Namun, Ratu Mallika berkata, “Aku tidak bisa keluar hari ini.”
Pengawal itu menyampaikannya kepada raja, tetapi raja bersikeras untuk menyuruhnya datang. Berhubung Ratu Mallika sangat istimewa bagi raja, maka raja berkata, “Bagaimanapun, datanglah untuk menemuiku.” Akhirnya, Ratu Mallika pun keluar.
Raja berkata, “Mengapa engkau tak ingin datang? Mengapa engkau tidak berdandan?”
Ratu Mallika berkata, “Yang Mulia, hari ini adalah hari aku menjalankan sila Posadha. Jadi, hari ini aku tidak boleh berdandan. Ini adalah sila yang harus aku jalankan.”
Raja lalu berkata, “Apakah menaati sila begitu penting? Apa yang lebih penting, sila atau aku?”
Ratu Mallika berkata, “Sila yang diajarkan Buddha lebih penting. Karena membawa karma buruk yang besar, aku terlahir sebagai seorang wanita. Aku ingin bersungguh-sungguh melatih diri. Untuk itu, aku harus menjalankan sila.”
Raja berkata, “Aku menghormatimu yang mementingkan sila. Jadi, kalung koral ini aku hadiahkan padamu.”
Ratu Mallika berkata, “Aku tidak bisa menerimanya karena menjalankan sila Posadha hari ini.”
Raja berkata, “Jika engkau enggan menerimanya, bagaimana dengan kalung koral ini?”
Ratu Mallika berkata, “Hanya Buddha yang pantas menerima barang berharga ini.”
Sang raja berkata, “Seperti apakah Buddha yang membuatmu begitu menghormati-Nya?” Sang raja lalu mengikuti Ratu Mallika untuk menemui Buddha.
Saat melihat Buddha, tumbuh rasa hormat di dalam hati sang raja. Sejak saat itu, dia menjadi pendukung terbesar Buddha.
Sila dapat menyentuh hati semua orang. Jadi, berpegang pada sila sangatlah penting. Dengan berpegang pada sila, kita dapat menyebarkan semerbak Dharma. Jadi, sila, samadhi, dan kebijaksanaan sangatlah penting.
Kita harus mendengar, merenungkan, dan mempraktikkan Dharma agar bisa menyerapnya ke dalam hati. Kita juga harus mempraktikkan sila, samadhi, dan kebijaksanaan agar bisa terjun ke tengah masyarakat untuk mempraktikkan Enam Paramita. Demikianlah Ratu Mallika menginspirasi sang raja menjadi pendukung terbesar Buddha.
Kita hendaknya menghormati orang-orang yang mempraktikkan sila, samadhi, dan kebijaksanaan. Kita harus mempelajari dan mempraktikkan Dharma.