Sifat semua makhluk tidak stabil. Kita mungkin merasa bahwa seseorang merupakan orang baik yang bisa dipercayai, sedangkan orang lain merupakan orang jahat yang ucapannya tidak bisa dipercayai dan tidak bisa diandalkan. Sama-sama adalah manusia, mengapa ada orang baik dan ada orang jahat?
Orang baik ialah orang yang kemurnian sifat hakikinya tidak banyak tercemar, sedangkan orang jahat ialah orang yang terus tercemar oleh kondisi luar sehingga mereka menyimpang dan lebih jahat. Namun, sesungguhnya, orang yang jahat tetap memiliki sifat hakiki yang murni. Jadi, sifat hakiki kita selalu ada. Namun, perilaku kita dapat membuat orang membedakan kita menjadi baik dan jahat.
Semua materi di dunia ini memiliki sifat hakiki masing-masing. Setiap materi dengan wujud yang berbeda memiliki sifat yang berbeda-beda pula. Contohnya, air bersifat lembut dan batu bersifat keras. Namun, saat tsunami menghantam, kekuatannya cukup untuk menghanyutkan segala sesuatu di permukaan bumi, bagai tahu di atas meja. Jadi, sifat semua makhluk tidak stabil bagaikan ombak.
Pada hakikatnya, gelembung air dan ombak juga merupakan air. Gelembung yang pecah akan kembali menjadi air dan air yang bergerak dapat menghasilkan gelembung. Ombak juga merupakan air. Dengan prinsip yang sama, sifat hakiki setiap orang juga selalu ada, tetapi kita tidak bisa melihatnya karena yang terlihat adalah tabiat. Tabiat terbentuk oleh pengaruh kondisi luar.
Setiap orang memiliki sifat hakiki yang murni, tetapi orang-orang mudah tersesat sehingga pikiran menjadi bergejolak. Karena itulah, orang-orang menyimpang dari jalan yang benar.
Di Dexing, Jiangxi, ada seorang umat yang mengikuti ritual namaskara bersama banyak orang ke sebuah kuil. Di dalam aula utama, terdapat lukisan yang dilengkapi dengan tulisan. Di salah satu lukisan, terlihat seekor sapi yang sedang menggarap sawah.
Lukisan itu dilengkapi dengan tulisan yang mengimbau orang-orang tidak membunuh hewan. Contohnya sapi yang bersusah payah berkontribusi bagi umat manusia, jika kita masih memakan daging mereka, itu sungguh tidak pantas.
Saat melihat lukisan itu, umat itu tiba-tiba tertawa terbahak-bahak. Dia berkata, “Saya tidak bisa hidup tanpa memakan daging sapi.”
Orang-orang memandanginya karena tidak menyangka ada orang yang berani tertawa dan berbicara begitu lantang di aula yang suci.
Tiba-tiba, wajah umat itu menghitam dan dia jatuh pingsan tanpa diketahui penyebabnya.
Orang-orang segera memberikan pertolongan pertama.
Setelah membuka mata, dia seperti setengah sadar dan setengah bermimpi. Orang-orang lekas memapahnya ke kaki gunung untuk beristirahat semalam di sebuah kuil setempat.
Keesokan paginya, saat orang-orang membuka pintu kamarnya, kamarnya terlihat seperti terkena amukan sapi dan sangat berantakan. Orang-orang yang pergi bersamanya lalu mengantarkannya pulang ke rumah.
Keluarganya bertanya, “Mengapa dia pulang dalam kondisi seperti ini?”
Para umat itu lalu menceritakan pada mereka tentang hal-hal yang terjadi.
Keluarganya merasa bahwa itu disebabkan oleh kekuatan karma. Selain mencari dokter untuk mengobatinya, keluarganya juga berikrar untuk mulai bervegetaris pada saat itu juga serta berbuat baik dan berdana atas namanya. Setelah sembuh, dia juga harus bertobat.
Belasan hari kemudian, dia benar-benar sembuh. Kalimat pertama yang diucapkannya ialah, “Saya lelah sekali. Saya bagai seekor sapi yang sedang menggarap sawah. Saya sibuk menggarap dan membajak sawah, tetapi masih dipukul. Itu sangat menyakitkan.”
Keluarganya memberitahunya bahwa saat tidak sadarkan diri, dia melenguh seperti sapi.
Dia berkata, “Saya tahu bahwa saya telah bersikap lancang di kuil yang suci itu. Karma buruk saya sangat berat. Mulai sekarang, saya akan berhenti makan daging sapi dan semua jenis daging lainnya karena saya tahu bahwa semua makhluk hidup ialah setara. Jadi, saya akan bervegetaris.”
Beberapa hari kemudian, dia kembali melakukan ritual namaskara dari kaki gunung ke puncak gunung untuk bertobat.
Intinya, semua makhluk hidup ialah setara. Saat sifat buruk seseorang terbangkitkan, meski berada di tempat yang suci seperti kuil, dia tetap bisa bersikap lancang. Ini karena sifat semua makhluk tidak stabil.
Permukaan air yang tenang akan beriak saat terkena tiupan angin. Jadi, kita harus senantiasa mengembangkan kebijaksanaan.
Udara yang kita tarik dan embuskan juga merupakan angin. Saat bernapas, kita menarik udara yang segar ke dalam tubuh dan mengembuskan udara yang kotor ke luar. Semua itu merupakan angin.
Semoga selama kita masih hidup, kita dapat mengembangkan kebijaksanaan untuk memahami kebenaran dalam hubungan antara manusia dan alam semesta. Dengan berpegang pada prinsip kebenaran, hidup kita akan aman dan tenteram.
Jika melanggar prinsip kebenaran, akan timbul ketidakharmonisan. Jadi, kita harus percaya pada hukum karma.