Pengorbanan Seekor Ikan

Pohon yang besar tumbuh dari sebutir benih yang kecil, di dalam buah yang berlimpah terdapat benih yang tak terhingga. Setelah membangkitkan cinta kasih di dalam hati, kita harus berikrar untuk belajar menapaki Jalan Bodhisatwa. Sungguh, kita jangan meremehkan setiap hal kecil dan merendahkan kehidupan setiap makhluk hidup. Seperti yang saya katakan, meski sebatang pohon itu sangat besar dan dibutuhkan beberapa orang untuk memeluknya, ia tetap tumbuh dari sebutir benih kecil.

Di dalam buahnya yang berlimpah terkandung benih yang tak terhingga. Jadi, sebatang pohon yang besar sesungguhnya berasal dari sebutir benih yang kecil. Saat sebutir benih itu dibelah, kita tak dapat melihat pohon. Kita hanya melihat benih yang sangat kecil. Orang zaman sekarang menyebutnya dengan gen. Pohon yang besar terus menghasilkan buah yang berlimpah dari tahun ke tahun, dan semua itu berasal dari sebutir benih.

Di dunia ini, ada banyak sekali hal yang menakjubkan. Meski tak terlihat dengan mata, tetapi sesungguhnya ia mengandung kebenaran. Sama halnya dengan manusia. Seiring bertambahnya usia, bukan berarti pengetahuan dan kebijaksanaan seseorang semakin bertambah. Belum tentu. Ada orang yang begitu terlahir ke dunia sudah bergelut dalam ketidaktahuan. Di tengah masyarakat, mereka berteman dengan orang yang diliputi noda batin sehingga sama sekali tak berkesempatan untuk mempelajari kebenaran. Karena itu, selama masa kehidupannya, mereka terus bergelut dalam ketidaktahuan dan terus menciptakan karma buruk. Karena itu, kita harus membangkitkan cinta kasih dan ikrar luhur.

Setiap orang harus membina hati penuh cinta kasih. Setelah membangkitkan hati penuh cinta kasih, kita harus membangun ikrar luhur. Kita harus memanfaatkan waktu untuk belajar dan memasuki jalan kebenaran. Dengan sambil belajar sambil melakukan, secara alami kita bisa memasuki jalan kebenaran.

Ada seorang raja yang melihat negeri kecilnya dilanda kekeringan selama tujuh tahun berturut-turut. Tanaman pangan sulit bertumbuh karena tanah kekurangan kadar air. Semua rakyat di negeri itu hidup kelaparan. Raja lalu mengajak para menterinya untuk pergi memohon hujan. Di sebuah tebing yang menghadap laut dan langit, sang raja memohon hujan kepada raja naga agar rakyatnya yang hidup kelaparan bisa bertahan hidup. Setelah berdoa dan berikrar, beliau terjun dari atas tebing ke laut. Beliau lalu menjelma sebagai seekor ikan yang sangat besar. Mengikuti arus ombak, ikan itu terbawa ke sebuah pantai.

Saat itu, ada lima orang tengah memperbaiki perahu di sana. Melihat ikan yang besar itu terbawa ke darat oleh ombak, mereka segera mendekat karena penasaran. Ikan tersebut sungguh sangat besar. Si ikan lalu berkata kepada lima orang itu, “Mohon ajaklah seluruh warga desa untuk mengambil dagingku guna mengatasi rasa lapar.” Lima orang itu merasa terkejut saat mendengarnya. Ikan itu kembali berkata, “Kalian jangan takut. Aku pernah berikrar untuk menolong orang. Aku bersedia menggunakan tubuhku untuk membantu semua makhluk yang kekurangan makanan. Saat ini, ada banyak orang yang hidup kelaparan karena tanaman pangan sulit bertumbuh. Aku bersedia mempersembahkan tubuhku ini.”

Lima orang ini percaya bahwa ikan itu datang untuk menyelamatkan mereka. Karena tidak tega melihat warga desa yang hidup kelaparan, mereka segera menginformasikan hal ini.  Banyak orang yang datang untuk mengambil daging ikan itu. Namun, beberapa waktu setelah dipotong, daging di tubuh ikan itu tumbuh kembali. Akhirnya langit tersentuh oleh ikan itu. Hujan mulai turun. Setelah tanah basah oleh air hujan, orang-orang segera bercocok tanam. Tak lama kemudian, warga desa memiliki hasil panen yang berlimpah. Kemudian, ikan itu mati dengan damai.

Saudara sekalian, raja itu adalah Buddha Sakyamuni. Lima orang warga desa yang memberi tahu orang-orang agar datang memotong daging ikan itu adalah lima murid Buddha yang pertama. Saat itu, Buddha berkata, “Orang yang memakan daging-Ku adalah orang yang kelak akan Aku bimbing.”

Inilah kisah pada salah satu kehidupan Buddha. “Orang yang memakan daging-Ku berarti sudah menjalin jodoh dengan-Ku dan kelak akan Aku bimbing.”

Griya Jing Si adalah rumah bagi insan Tzu Chi di seluruh dunia. Dengan menyediakan makanan kepada insan Tzu Chi di seluruh dunia, itu berarti kita terus menjalin jodoh baik dengan mereka dari kehidupan ke kehidupan. Ini juga disebut senantiasa memutar roda Dharma. Griya Jing Si adalah rumah batin bagi insan Tzu Chi di seluruh dunia.

Kini kita telah mempelajari kebenaran yang diajarkan Buddha. Meski masih belum mencapai pencerahan seperti Buddha, tetapi kita bisa sambil belaja sambil memperoleh kesadaran. Dari proses belajar, kita bisa memahami kebenaran. Dengan demikian, kita bisa berbagi dengan semua makhluk agar mereka bisa memahaminya sedikit demi sedikit. Dengan begitu, mereka bisa memiliki keyakinan, merasakan sukacita, dan memiliki kesatuan tekad untuk menapaki Jalan Bodhisatwa bersama kita.

Ini sama seperti sebatang pohon besar  yang tumbuh dari sebutir benih kecil, di dalam buah yang berlimpah terdapat benih yang tak terhingga. Kita harus mempertahankan setiap niat baik yang timbul hingga selamanya.

 

Gambar: Program Master Cheng Yen Bercerita (DAAI TV Indonesia).

Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina.