Kita harus bersungguh hati dan selalu menggenggam waktu untuk mempraktikkan Dharma dalam keseharian. Jika kita tidak bersungguh hati, waktu akan berlalu sia-sia dan pengetahuan kita terhadap Dharma tidak akan mengalami kemajuan. Karena itu, kita harus senantiasa waspada dan bersungguh hati.

Sutra Bunga Teratai adalah kebenaran sejati yang ingin Buddha ajarkan pada semua makhluk. Sutra ini mengajarkan tentang Kendaraan Tunggal. Sejak persamuhan Sutra Bunga Teratai dimulai, banyak orang yang berdatangan untuk mendengar Buddha membabarkan Dharma.

Saat itu, Buddha masih bermeditasi dan terus memancarkan cahaya cemerlang untuk menunjukkan bahwa Dharma yang akan dibabarkan saat itu berbeda dengan sebelumnya. Buddha ingin terlebih dahulu membangkitkan keyakinan dan keinginan orang-orang untuk mendalami ajaran Mahayana serta melihat kesabaran mereka dalam mempelajari Dharma.

Sariputra mewakili orang-orang memohon kepada Buddha, “Sebelumnya, semua orang di sini telah melatih diri bersama Yang Dijunjung. Kini jalinan jodoh telah matang. Mereka hendaknya dapat mendengar Yang Dijunjung membabarkan Dharma dengan penuh rasa hormat dan keyakinan.” Demikianlah yang Sariputra katakan pada Buddha.

Keyakinan sangatlah penting. Di antara sekian banyak orang saat itu, pasti ada yang masih tidak yakin pada ajaran Buddha dan memiliki keraguan.

Berhubung mengetahui pemikiran Buddha, Sariputra pun berulang kali memohon Buddha membabarkan Dharma.

Buddha juga percaya bahwa Sariputra tidak akan menyerah. Mustahil hanya karena segelintir orang yang tidak meyakini ajaran Mahayana ataupun segelintir orang bodoh yang tidak bisa memahami ajaran Buddha, Buddha lantas batal membabarkan Dharma. Jadi, Buddha tetap membabarkan Dharma.

Jika ingin mendengar Dharma, setiap orang hendaknya memiliki keyakinan. Keyakinan hendaklah ada. Keyakinan sangat penting.

Ada seorang gadis yang berasal dari keluarga berada. Saat dia lahir, di keningnya terdapat sebutir mutiara yang berkilau. Setelah dia lahir, perhiasan pun muncul di rumahnya. Orang tuanya sangat menyayanginya.

Dia sangat baik dan pintar. Saat bertemu orang kurang mampu, dia pun memberikan mutiara dari keningnya. Semua orang mengenal gadis yang jelita, baik, pintar, dan bijaksana ini.

Ada pula seorang tetua yang memiliki seorang putra yang sangat rupawan. Kedua keluarga yang merupakan umat Buddha yang taat ini lalu menjodohkan anak mereka.

Pasangan suami istri muda ini sama-sama meyakini ajaran Buddha dan sepakat untuk menjaga kesucian fisik dan batin mereka serta menanti kesempatan untuk meninggalkan keduniawian.

Beberapa tahun kemudian, saat Buddha berkunjung ke Sravasti dan membabarkan Dharma di Vihara Jetavana, pasangan suami istri ini pun memohon restu pada orang tua mereka untuk meninggalkan keduniawian.

Setelah mendapat restu orang tua dari kedua belah pihak, mereka pun menyatakan berlindung kepada Buddha dan bersama-sama meninggalkan keduniawian.

Semua orang merasa kagum pada mereka dan ingin tahu jalinan jodoh di baliknya. Buddha pun mulai menceritakannya.

Di masa lampau pada masa Bhadrakalpa ini, terdapat Buddha Kasyapa. Saat Beliau pergi ke Varanasi, ada seorang tetua di sana yang tidak terlalu berada, tetapi merupakan umat Buddha yang taat.

Saat bertemu Buddha Kasyapa, tetua itu bisa melihat keagungan-Nya dan merasakan betapa menakjubkannya ajaran-Nya. Dia merasa bahwa sangat disayangkan jika hanya segelintir orang yang mendengarnya.

Jadi, dia berikrar untuk mengadakan persamuhan Dharma besar agar ada lebih banyak orang yang bisa mendengar ajaran Buddha.

Dia menggalang dana dari orang-orang agar bisa memberi persembahan dan meminta Buddha Kasyapa untuk membabarkan Dharma bagi orang-orang.

Mendengar rencananya, seorang wanita sangat gembira. Di India, orang berada sering kali mengenakan perhiasan mutiara di kening mereka. Wanita itu langsung mengambil mutiara dari keningnya dan memberikannya pada tetua tersebut.

Setelah menerima mutiara darinya, tetua itu segera mempersiapkan persamuhan Dharma besar.

Saat wanita itu pulang ke rumah, suaminya melihatnya dan berkata, “Di mana mutiaramu?” Dia pun menceritakan apa yang dilihat dan didengarnya di jalan serta bagaimana dia menyumbangkan mutiaranya dengan penuh sukacita.

Mendengar ceritanya, suaminya turut bersukacita dan memujinya. Mereka juga berikrar untuk mendengar Dharma dari kehidupan ke kehidupan dan meninggalkan keduniawian saat jalinan jodoh matang.

Sebelum mendengar Dharma, mereka sudah yakin pada Dharma. Jadi, mereka bersama-sama berikrar seperti ini.

Dari masa Buddha Kasyapa hingga masa Buddha Sakyamuni, jalinan jodoh mereka pun matang. Pasangan suami istri pada masa Buddha Kasyapa ini adalah kehidupan lampau dari pasangan suami istri dalam kisah tadi.

Singkat kata, turut bersukacita juga mendatangkan pahala. Membuka kesempatan bagi orang-orang untuk mempelajari Dharma juga merupakan pahala yang langka dalam melatih diri.

Intinya, dalam mempelajari Dharma, kita harus senantiasa membangkitkan sukacita dan keyakinan serta percaya pada ajaran Buddha. Untuk itu, kita harus lebih bersungguh hati.