Nilai sebuah cincin atau kalung berlian dapat mencapai ratusan juta. Apakah yang menentukan nilainya? Kualitas dan ukuran berliannya. Nilai berlian besar yang berkualitas tinggi dapat mencapai puluhan, bahkan ratusan juta.
Sebutir berlian yang kecil dan terlihat bagaikan kaca memiliki nilai yang begitu tinggi. Jika uang untuk membeli barang seperti ini dapat digunakan untuk menolong sesama dan melakukan hal yang bermakna, entah berapa banyak kebaikan yang dapat dilakukan. Terlebih, saat mengoleksi barang berharga seperti ini, orang-orang tidak memikirkan bagaimana barang-barang ini diperoleh. Orang-orang merusak bumi demi menambang barang-barang berharga ini.
Afrika juga menghasilkan berlian. Namun, orang-orang di sana adalah yang termiskin. Selain itu, sejarah negara-negara di Afrika penuh dengan darah dan air mata. Demi memperebutkan tambang berlian, entah berapa banyak orang yang telah kehilangan nyawa mereka.
Mereka tidak tahu bagaimana berlian diperoleh dan hanya tenggelam dalam keinginan untuk pamer. Sesungguhnya, dengan memiliki berlian, apakah yang mereka peroleh? Keluhuran mereka malah terkikis karena mereka menghabiskan uang untuk membeli banyak barang, tetapi tidak rela menyumbangkan sedikit untuk menolong sesama. Apakah kehidupan seperti ini patut dipamerkan?
Pada zaman Buddha, terdapat sebuah kisah seperti ini.
Kekayaan yang diwariskan oleh ayah dari Tetua Danmiri lebih banyak dari kekayaan raja. Bahkan, lantai yang dipijak pun dilapisi dengan glasir. Putra Raja Prasenajit, Virudhaka, yang memiliki penyakit kulit sejak kecil harus diobati dengan gaharu yang sangat mahal. Sang raja mengeluarkan pengumuman bahwa dia bersedia mengeluarkan banyak uang untuk membeli gaharu dari orang yang memilikinya. Namun, tidak ada kabar selama beberapa waktu.
Sang raja melewati pintu demi pintu hingga lima kali. Dekorasi di rumahnya menggunakan koral, ambar, glasir, dan permata yang berharga. Di dalam rumah, bahkan kursi yang digunakan pun terlihat mewah. Tetua tersebut sungguh memiliki kekayaan yang berlimpah.
Tetua Danmiri bertanya kepada sang raja, “Apa yang membuat Yang Mulia berkunjung ke rumahku?” Raja pun berkata, “Aku membutuhkan gaharu dengan kualitas terbaik. Cukup dua tahil saja.” Tetua tersebut pun mengajak sang raja ke gudangnya. Dia memberikan sepotong gaharu pada sang raja.
Setelah sang raja pulang, dia pun mengunjungi Buddha di Puncak Burung Nasar. Mendengar Buddha membabarkan Empat Kebenaran Mulia, tetua itu berpikir, “Aku memiliki begitu banyak harta kekayaan dan hidup di tengah kenikmatan. Mengapa aku tidak tahu bahwa kehidupan bisa penuh penderitaan? Setelah memahami kebenaran yang dibabarkan oleh Buddha, aku hendaknya bersungguh-sungguh melatih diri.”
Ada yang mengusulkan bahwa salah satu di antara mereka pergi untuk mengumpulkan makanan setiap hari agar empat orang lainnya dapat berfokus melatih diri. Orang-orang yang berfokus melatih diri juga akan memberkati orang yang bersedia mendukung pelatihan diri mereka.
Mereka lalu bertanya pada bhiksu itu, “Apakah engkau memiliki permintaan?” Bhiksu itu berkata, “Aku berharap kelak, aku tidak perlu merasakan penderitaan di dunia, kaya dan bijaksana dari kehidupan ke kehidupan, serta berkesempatan untuk mengenal Dharma.” Keempat bhiksu itu pun bersama-sama memberkatinya.