Dalam kehidupan sehari-hari, hati kita harus tenang dan damai serta merenungkan segala hal dengan teliti. Jika kita bisa merenungkan segala hal dengan hati yang tenang maka kita bisa menghadapi semua hal dan orang lain juga dengan tenang dan damai.
Di masa sekarang sekarang, banyak orang yang kemudian merasa menyesal akibat dipicu kemarahan (niat yang muncul) sesaat. Ini karena hati mereka tidak tenang dan damai.Terdapat sebuah kisah singkat seperti ini.
Ada sepasang kakak beradik yang kehilangan orang tua saat mereka masih belia. Mereka sangat kekurangan. Sang kakak selalu bersenang-senang bersama teman-temannya. Apa pun yang dilakukan kakaknya di luar, adiknya tetap sangat menghormati dan mengasihinya. Untuk menyiapkan makanan di rumah, adiknya seringkali memetik sayuran liar di luar. Setiap kali kakaknya pulang ke rumah, adiknya akan menyiapkan makanan yang paling lezat untuknya.
Kebetulan, saat itu adalah musim talas putih liar. Sang adiksangat gembira. Setiap pagi, ia mencabut talas putih. Setelah dibawa pulang, ia akan menyisihkan bagian tengah talas yang merupakan bagian yang paling enak untuk kakaknya. Namun, kakaknya tidak mengerti. DIa berpikir, “Mengapa adik saya selalu makan terlebih dahulu, baru mengeluarkan makanan untuk saya? Makanan untuk saya begitu enak. Apakah adik saya memakan makanan yang lebih enak dari ini?”
Setiap hari, adiknya tidak pernah makan bersamanya. Karena itu, dia merasa curiga. Semakin lama, kakaknya semakin curiga bahwa adiknya menyisihkan makanan yang lebih enak untuk diri sendiri dan tidak menghormatinya. Kecurigaannya terus terakumulasi hingga menjadi rasa benci.
Suatu hari, karena dorongan (kemarahan) sesaat, dia kemudian membunuh adiknya. Setelah membunuh adiknya, dia mencari tahu apa yang dimakan adiknya. Dia pun pergi ke kamar adiknya. Namun, di sana tidak ada apa-apa. Dia hanya melihat bagian pangkal dan ujung umbi talas serta batang talas.
Saat itu, dia tiba-tiba sadar bahwa dia telah salah menilai adiknya. Dia telah membunuh adiknya yang begitu baik. Dia sangat menyesal dan menangis setiap hari. Dia tidak bisa membangkitkan semangatnya dan sangat putus asa. Dia terus merindukan adiknya dan menyesali perbuatannya.
Seiring berlalunya waktu, sang kakak pun meninggal dunia. Setelah meninggal dunia, dia terlahir kembali menjadi seekor burung dan terus mengitari kebun talas putih. Burung ini berkicau di sana setiap hari seakan-akan berkata, “Dik, talas putih sudah matang. Makanlah, makanlah.” Ia berkicau dengan pilu di sana seharian.
Tujuan kisah ini adalah untuk mengajari anak-anak bahwa saudara harus jujur satu sama lain. Seorang kakak harus mengasihi adiknya serta jangan curiga dan melakukan kesalahan karena dorongan sesaat. Sang adik yang begitu baik pada kakaknya, tetapi karena rasa curiga, kakaknya melakukan perbuatan yang sangat disesalinya.
Meski ini hanya sebuah kisah, tetapi kita bisa menjadikannya sebagai pelajaran. Dalam kehidupan masyarakat juga terjadi hal yang serupa.
Ada kasus tiga orang kakak beradik. Kesehatan ibu mereka tidak baik dan ayah mereka telah meninggal dunia. Putra sulung mengemban tanggung jawab sebagai kepala keluarga dan bekerja keras untuk menafkahi keluarga. Namun, putra kedua tidak bekerja. Meski sudah berusia 20-an tahun, dia hanya tahu bersenang-senang. Ini membuat putra sulung sangat marah.
Suatu hari, putra sulung minum-minuman keras bersama temannya dan sedikit mabuk. Teringat bahwa adiknya tidak bekerja, dia semakin lama semakin marah. Jadi, dia pulang ke rumah dengan membawa minuman keras dan mengajak adiknya minum bersama dan berbincang-bincang. Dia ingin menasihati adiknya untuk bekerja. Sambil minum-minuman keras, sang kakak mencoba menasihati adiknya, tetapi adiknya enggan mendengarnya.
Amarah sang kakak pun meluap dan menusuk adiknya hingga tewas. Saat keluar dan melihat kondisi seperti ini, putra bungsu sangat takut dan segera memanggil ambulans. Saat ambulans tiba, putra kedua telah meninggal dunia.
Penderitaan sang ibu sungguh tak terkira. Hati putra sulung tersebut juga tidak tenang dan damai. Karena amarah, dendam, dan benci yang terus terakumulasi, timbullah tindakan yang ceroboh. Bayangkan, setelah adiknya tewas, meski terus berusaha menghindar, ia pasti akan selalu dihantui penyesalan.
Karena itu, dalam kehidupan sehari-hari, kita harus menjaga perbuatan, ucapan, dan pikiran kita. Jika bisa menghadapi semua orang, hal, dan materi dengan hati yang tenang, kita tidak akan bersikap impulsif. Jadi, kita harus bersungguh-sungguh menjaga hati dan pikiran dalam keseharian.