Dalam Sutra Buddha, kita sering diingatkan bahwa setiap orang memiliki hakikat murni yang setara dengan Buddha. Hanya saja, sebersit kegelapan batin membangkitkan banyak noda batin. Awalnya, pikiran manusia bagaikan air danau. Jika kita tidak mengusiknya, air danau akan sangat tenang. Sebuah pepatah berbunyi, “Asalkan ada air di sungai, bulan bisa direfleksikan oleh ribuan sungai.”

Asalkan air sungai tenang, refleksi bulan bisa terlihat. Meski bulan di angkasa hanya ada satu, tetapi di setiap permukaan air yang tenang, kita dapat melihat refleksi bulan. Jika kita melemparkan sebutir kerikil atau segenggam pasir ke sungai, air akan beriak. Jadi, gangguan kecil saja dapat mengacaukan pikiran kita.

Meski setiap orang memiliki hakikat yang murni tanpa noda, tetapi gangguan kecil saja dapat mengacaukan pikiran kita sehingga kekeruhan di dalam hati makin tebal. Karena itulah, makhluk awam tidak dapat melihat jalan kebenaran. Sungguh sulit bagi makhluk awam untuk memahami pikiran dan hakikat diri serta prinsip kebenaran. Kita sering kali diliputi delusi. Kebenaran jelas-jelas ada di depan mata kita, tetapi kita selalu terbutakan.

Kita semua memiliki hakikat kebuddhaan, tetapi mengapa kita tetap berputar tanpa tujuan dan tidak bisa membebaskan diri dari siklus kelahiran kembali? Gangguan kecil saja dapat membangkitkan kegelapan dan noda batin kita. Ini adalah tabiat. Semua makhluk di dunia ini memiliki tabiat. Kita semua memiliki tabiat.

Ajaran Buddha sering mengulas tentang baik, buruk, serta tidak baik dan tidak buruk. Meski kita semua memiliki hakikat kebuddhaan yang murni, tetapi pikiran makhluk awam mudah terpengaruh oleh kondisi luar. Di bawah pengaruh baik, kita akan menuju arah yang baik. Di bawah pengaruh buruk, kita juga akan menuju arah yang buruk. Demikianlah makhluk awam, mudah tersesat dan tidak bisa mengendalikan diri.

Buddha mengatakan bahwa semua makhluk memiliki hakikat kebuddhaan. Jadi, bukan hanya manusia, melainkan semua makhluk memiliki hakikat kebuddhaan.

Seekor kucing mengalami luka bakar yang sangat serius. Seorang kepala kuil merasa tidak sampai hati. Dia membawanya ke kuil dan merawatnya. Setelah kucing yang tidak punya tempat tinggal itu pulih, kepala kuil mengizinkannya untuk tetap tinggal di kuil dengan tiga syarat. “Jika ingin tetap tinggal di kuil ini, engkau harus menaati sila. Engkau tidak boleh mengeong di kuil. Engkau tidak boleh membunuh. Engkau harus bervegetaris.” Inilah tiga syarat dari kepala kuil.

Tidak disangka, kucing ini benar-benar diam dan tidak mengeong lagi. Bagi manusia, tidak berbicara mungkin sangat sulit. Namun, kucing itu bisa berhenti mengeong dan tetap diam. Sejak saat itu, ia juga tidak membunuh. Saat melihat tikus, ia tidak mengejarnya. Selain itu, ia juga bervegetaris. Kini, mengajak orang-orang untuk bervegetaris sepertinya sangat sulit, tetapi kucing itu langsung berhenti makan daging setelah mendengar syarat dari kepala kuil.

Ada sebagian umat yang tidak percaya dan sengaja membawa daging untuk menggodanya. Berulang kali, mereka membawa daging ataupun ikan kesukaan kucing, tetapi kucing itu tidak tergoda. Mereka juga membawa makanan kucing untuk menggodanya, tetapi setelah mengendusnya dan tahu bahwa itu bukan makanan vegetaris, ia pun tidak tergoda. Kucing itu sangat teguh. Mereka melakukannya berulang kali sehingga kucing itu merasa bosan dan pergi tanpa mengacuhkan mereka.

Kucing itu juga sangat tekun. Ia memuja Buddha dengan tulus. Saat waktunya tiba, ia pasti pergi ke aula kebaktian. Ia memiliki tempat yang tetap di sana. Ia memuja Buddha dengan tulus. Lihatlah, tatapannya berfokus pada rupang Buddha. Ia sangat tekun dan bergeming. Posisi tubuhnya seakan-akan tengah beranjali. Demikianlah kehidupannya selama bertahun-tahun. Ia memuja Buddha dengan tulus. Ia tidak membunuh. Ia juga tidak makan daging dan tidak mengeong.

Baik tumbuhan maupun hewan, semuanya memiliki potensi terpendam. Kita harus bersungguh-sungguh menjaga pikiran dan jangan membentuk tabiat buruk. Kecenderungan buruk bisa membuat kita memiliki kebiasaan buruk, tetapi tabiat baik dapat menyucikan pikiran kita. Inilah yang disebut kecenderungan baik, buruk, dan netral.

Menuju arah yang baik atau buruk, ini bergantung pada pikiran kita. Tabiat bukan tidak bisa diubah. Namun, pikiran makhluk awam mudah tergoyahkan dan terpengaruh oleh tabiat buruk. Jika kita telah memasuki Jalan Bodhi yang lapang dan lurus, memahami tujuan hidup kita, dan berada di tengah orang-orang yang saling mendukung dan menyemangati, kita bisa terus melangkah maju dengan mantap.