Semua orang memiliki keluhuran di dalam hati. Sifat luhur yang ada di dalam hati ini harus senantiasa kita jaga. Selain itu, kita juga harus mengingat dan mengenang kebajikan leluhur. Setiap orang memiliki nilai moralitas di dalam hati. Kita harus senantiasa bersyukur. Kepada siapa ? orang tua. Dari manakah tubuh ini berasal ? ini adalah pemberian orang tua. Awal dari segala kebajikan adalah berbakti.
Orang zaman dahulu berkata “Berbakti adalah pangkal dari segala kebajikan”. Karena itu, berbakti sangat penting. Saat orang tua masih hidup kita harus berbakti kepada mereka. Bagaimana cara kita berbakti kepada orang tua ?. Kita harus patuh kepada mereka. Apa yang membuat orang tua gembira ? Janganlah kita membangkang dan bersikap tidak hormat kepada orang tua.
Ketika seorang murid Konfusius bertanya mengenai bakti, Konfusius menjawab bahwa itu dimulai dari sikap. Mimik wajah kita mencerminkan sikap. Sikap kita menentukan kebahagiaan orang tua. Mimik wajah kita harus dapat membuat orang tua merasa bahagia. Sungguh, saat orang tua masih hidup, kita harus patuh terhadap mereka. Jika pandangan mereka kurang tepat, kita harus menggunakan kebijaksanaan untuk menuntun mereka kearah yang benar. Konfusius pernah berkata kepada muridnya, “Seseorang dapat menasehati orang tua dengan lembut. Artinya saat pandangan orang tua kurang tepat, kita harus bersungguh hati meluruskannya. Namun, jika mereka tidak menghiraukan, kita tetap harus menghormati dan tidak melawan. Kita tetap harus menghormati dan tidak melawan mereka. Tentu saja, ketika orang tua melakukan kesalahan, kita harus berusaha menebusnya. Intinya, ketika orang tua masih hidup, kita sungguh harus berbakti. Ketika mereka sudah tiada, kita tetap harus bersyukur atas budi luhur mereka.
Saat Li Tsung Chi berusia 7 tahun, ayahnya sudah meninggal dunia. Mereka hidup serba kekurangan. Dia dan ibunya menjalani hidup dengan tidak mudah. Saat itu, dia membutuhkan 6 yuan untuk membayar uang sekolah menengah. Mereka bahkan tidak punya uang untuk makan, darimana mendapatkan 6 yuan ?. Karena itu, dia mengambil sebuah keputusan. Dia membakar semua buku sekolahnya.
Keesokan harinya, ibunya membawanya untuk belajar keterampilan. Sang majikan melihat anak ini sangat jujur. Dia berniat untuk membimbingnya, tetapi ingin mengujinya terlebih dahulu. Sang majikan sering meninggalkan uang sembarangan. Setiap hari, saat menyapu, dia sering menemukan uang koin di lantai. Dia selalu mengembalikannya kepada majikan. Karena itu, sang majikan perlahan-lahan memberikan pekerjaan untuknya dan mempercayakan banyak hal kepadanya.
Namun semua itu membutuhkan kerja keras. Sebagai murid cilik, dia melakukan banyak pekerjaan seperti membeli sayur, memasak sendiri, mengantar makanan, dan banyak pekerjaan lainnya. Semua itu dilakukannya seorang diri. Dia pernah menumpang perahu untuk mengantar makanan. Dia melihat sebuah kapal yang sangat besar. Saat duduk di atas perahu kecil itu, diam-diam dia membangun tekad. “Semoga suatu hari nanti, saya dapat memiliki sebuah kapal yang lebih besar dari ini”. “Saya akan berbakti kepada ibu saya“.
Setelah dewasa, diapun menjadi pelaut. Dia pernah mengalami kecelakaan kapal dan hampir meregang nyawa. Dia pun datang ke Taiwan dan bekerja sangat keras hingga memiliki pencapaian. Dia membeli sebuah kapal yang sangat besar dan mengundang ibunya untuk meresmikan kapal tersebut. Kapal baru tersebut diberi nama sesuai nama ibunya. Dia berkata, “sejak kecil, saya sudah kehilangan ayah”. “Ibu saya bekerja keras untuk membesarkan saya”. “Ibu adalah orang yang paling berbudi bagi saya”. “Didalam hati saya, ibu saya adalah orang yang paling mulia”.
Setelah ibunya meninggal, dia membangun makam yang tak jauh dari tempat tinggalnya. Setiap hari, dia mengunjungi makam ibunya untuk bercerita tentang kegiatannya sehari sebelumnya dan apa yang akan dia lakukan hari ini. Dia juga membersihkan makam tersebut setiap hari. Dia tetap melakukannya meski turun hujan lebat. Dia membimbing orang-orang dan anak-anaknya dengan teladan nyata.
Saya juga pernah berkunjung ke Yangmingshan dan melihat betapa berbaktinya Bapak Li terhadap ibunya. Saya juga melihat makam ibunya sangat bersih. Tak peduli terjadi angin ribut atau turun hujan lebat, dia selalu mengunjungi makam ibunya setiap hari. Inilah makna sesungguhnya dari mengenang. Bapak Li mengenang kebajikan sang ibu dan bagaimana ibunya bekerja keras semasa hidup untuk menafkahi keluarga. Kini beberapa anak Bapak Li sudah menjadi orang tua. Saat mereka masih muda, Bapak Li menjaga, melindungi dan membesarkan mereka. Mereka pasti mengingat budi luhur orang tuanya.
Singkat kata, saat orang tua masih hidup, kita harus berbakti kepada mereka. Jika mereka sudah tiada, kita harus mengenang mereka dengan hati penuh syukur. Saya harap setiap orang dapat kembali pada sifat hakiki yang murni. Dengan menanamkan akar moralitas dan kebajikan. Baru dunia dapat bebas dari bencana.
Demikianlah dituliskan kisahnya dari video Master Cheng Yen Bercerita – Kakek Li yang Berbakti (072) https://youtu.be/aVtFWo7GZ5U
Master Cheng Yen Bercerita : Disiarkan di Stasiun Televisi Cinta Kasih DAAITV INDONESIA : Channel Jakarta 59 UHF, Medan 49 UHF
Setiap Sabtu 18.30 WIB; Tayang ulang: Sabtu 22.00 WIB, Sabtu (Minggu berikutnya) 06.00 WIB
TV Online : https://www.mivo.com/#/live/daaitv
GATHA PELIMPAHAN JASA
Semoga mengikis habis Tiga Rintangan
Semoga memperoleh kebijaksanaan dan memahami kebenaran
Semoga seluruh rintangan lenyap adanya
Dari kehidupan ke kehidupan senantiasa berjalan di Jalan Bodhisattva