Dalam Sutra Teratai yang dibabarkan Buddha Sakyamuni, dikatakan bahwa Buddha Prabhutaratna berikrar, di dunia mana pun Buddha membabarkan Sutra Teratai, stupa permata akan muncul. Saat Buddha Sakyamuni membabarkan Dharma, stupa permata pun muncul. Karena itu, para dewa dari alam Surga Trayastrimsa pun menaburkan bebungaan sebagai persembahan bagi stupa permata dan untuk memperagung persamuhan. Persamuhan terlihat sangat agung.

Selain para dewa, hadir pula para naga, yaksa, gandharva, asura, garuda, kimnara, dan mahoraga yang merupakan delapan kelompok makhluk pelindung Dharma. Mereka muncul di alam manusia. Mereka telah menerima bimbingan Buddha dan menjadi pelindung Dharma. Semuanya telah hadir. Selain delapan kelompok makhluk pelindung Dharma, juga ada manusia, bukan manusia, dan berbagai makhluk lainnya yang mempersembahkan berbagai jenis bunga, dupa, perhiasan, tirai, payung, dan alat musik kepada stupa permata dengan penuh rasa hormat dan kagum.

Para dewa saja hadir untuk menurunkan bebungaan sebagai persembahan, apalagi para manusia. Selain manusia, masih ada berbagai makhluk lainnya. Baik yang kasatmata maupun tidak, semuanya hadir di persamuhan ini. Di udara dan di atas bumi, para makhluk yang tak terhitung jumlahnya memberikan persembahan dengan hati tertulus. Materi yang berwujud dan suara yang tidak berwujud, semuanya berhimpun dalam persamuhan Dharma ini dari segala penjuru dunia. Dari sini bisa diketahui agungnya persamuhan ini.

Adik sepupu Buddha, Devadatta, juga meninggalkan keduniawian dan menjadi murid Buddha. Namun, dia memiliki kebencian, kebodohan, dan kesombongan yang sangat kuat sehingga enggan menerima bimbingan Buddha. Kemudian, dia meninggalkan dan mengkhianati Buddha serta menghasut Raja Ajatasatru untuk melarang seluruh rakyatnya memberikan persembahan kepada Sangha. Siapa yang mempersembahkan makanan kepada Sangha akan mendapatkan hukuman.

Akibat larangan ini, orang-orang yang biasanya selalu memberikan persembahan kepada Buddha serta menghormati dan mengasihi Buddha terpaksa menjauhi Buddha Sakyamuni dan tidak bisa memberikan persembahan. Orang-orang terpaksa menuruti perintah sang raja. Semua orang merasa takut dan menangis karenanya hingga menimbulkan getaran di alam Surga Trayastrimsa.

Dewa Sakra sangat terkejut dan penasaran tentang apa yang terjadi di alam manusia. Dia lalu mengamati alam manusia dengan mata dewanya dan mendapati bahwa ternyata Devadatta telah menghasut Raja Ajatasatru untuk memutus sumber makanan Buddha Sakyamuni. Dia pun segera memimpin para dewa untuk datang ke hadapan Buddha dan memohon kepada Buddha agar mereka diizinkan memberikan persembahan seumur hidup. Namun, Buddha menolaknya karena Buddha datang ke dunia agar semua makhluk dapat menciptakan berkah.

Dewa Sakra lalu berkata, “Bagaimana jika 50 tahun?” Buddha tetap menolaknya.

Dewa Sakra kembali berkata, “Jika tidak, lima tahun saja.” Buddha masih menolaknya.

Dewa Sakra berkata, “Lima bulan saja.” Buddha tetap menolaknya.

Dewa Sakra berkata, “Jika demikian, lima hari saja.” Buddha akhirnya menyetujuinya.

Selama lima hari itu, para dewa membuat Vihara Venuvana memancarkan kecemerlangan di sekelilingnya, bagai kota yang megah dan agung. Para dewa memberikan persembahan dengan mangkuk emas dan perak.

Menjelang matahari terbit, Raja Ajatasatru memandangi Vihara Venuvana dari kejauhan dan berpikir, “Mengapa ada kecemerlangan yang begitu luar biasa? Para dewa sepertinya tengah memberikan persembahan dan vihara terlihat agung bagaikan istana surgawi.” Tiba-tiba, timbul penyesalan dan rasa tobat dalam hati sang raja. Raja pun mulai menyalahkan Devadatta dan berkata, “Berani-beraninya dirimu yang bodoh ini menghasutku untuk memutus sumber makanan Buddha.”

Para menteri berkata kepada sang raja, “Rakyat penuh keluh kesah. Saat rakyat penuh keluh kesah, negeri bisa dilanda krisis.” Raja Ajatasatru pun segera mencabut larangannya dan mendorong rakyat untuk memberikan persembahan kepada Buddha Sakyamuni.

Dalam lima hari, Dewa Sakra menciptakan kondisi yang membuat Raja Ajatasatru mencabut larangannya. Dewa Sakra adalah pelindung Dharma. Di mana ada Dharma, di sanalah para dewa, naga, dan makhluk surgawi melindungi Dharma. Orang-orang sering menyebut “Dewa Langit”. Dewa Langit yang dipuja oleh orang-orang, baik Dewa Sakra maupun Mahabrahma, semuanya merupakan pelindung Dharma.

Buddha Prabhutaratna menampakkan stupa permata sebagai wujud rasa hormat. Para makhluk pelindung Dharma juga datang dari langit untuk memperagung persamuhan sebagai wujud rasa hormat. Ini demi membangkitkan kekaguman orang-orang. Di sekeliling Vihara Venuvana, harum semerbak dan bebungaan yang berjatuhan membuat orang-orang membangkitkan rasa sukacita, rasa kagum, pikiran baik, dan rasa hormat.

Raja alam Surga Trayastrimsa, Dewa Sakra, memimpin para makhluk pelindung Dharma hadir untuk memberikan persembahan kepada stupa permata dan memperagung persamuhan. Dewa Sakra adalah pelindung ajaran Buddha Sakyamuni. Beliau adalah raja di alam Surga Trayastrimsa, yakni alam surga di atas Bumi. Bangunan-bangunan di sana juga menjulang dari Bumi. Demikianlah kondisi alam Surga Trayastrimsa. Jadi, Dewa Sakra adalah raja alam Surga Trayastrimsa.

Sumber: Program Master Cheng Yen Bercerita (DAAI TV)
Penerjemah: Hendry, Marlina, Shinta, Janet, (DAAI TV Indonesia)