Pada zaman Buddha hidup, ada suatu kali, Beliau memimpin para murid-Nya pergi membabarkan Dharma di sebuah pinggiran kota. Di pinggiran kota itu ada sebuah lubang besar. Orang-orang di kota selalu membuang sampah dan kotoran ke dalam lubang itu. Saat melewati lubang itu, orang-orang menutup hidung dan mengeluh tempat itu beraroma tidak sedap.

 

Saat Buddha Sakyamuni dan para murid-Nya melewati lubang itu, mereka melihat ke dalam lubang itu ada seekor cacing berkaki empat. Cacing besar itu berenang dalam lubang. Buddha Sakyamuni menoleh kearah murid-Nya dan bertanya, “Apakah kalian tahu apa jalinan jodoh yang membuat cacing sebesar ini terlahir di lubang yang penuh kotoran ini ? “ Para anggota Sangha menjawab “Tidak Tahu .” Buddha pun mulai menceritakan sebuah kisah.

 

Dahulu kala, ada seorang Buddha bernama Vipasyn. Beliau memiliki 100.000 murid. Setelah Beliau meninggal dunia, 100.000 orang murid-Nya tetap memegang teguh sila dan tekun melatih diri. Suatu hari ada sekelompok pedagang yang ingin mencari harta di laut, berjalan melintasi hutan. Mereka melihat praktisi di sana begitu agung.

 

Meski banyak orang, tetapi suasananya tetap sangat tenang. Semangat pelatihan diri itu membuat orang yang melihatnya merasa damai. Salah seorang pedagang berkata, “Ini sungguh jarang ditemui.””Meski Buddha telah wafat, tetapi sekelompok Sangha masih sangat tekun dan bersungguh hati melatih diri.” “Ini sungguh jarang ditemui,” “kita harus menghormati Buddha layaknya Buddha masih ada.” “karena itu, hendaknya memberi persembahan kepada para anggota Sangha di sini. “ Setiap orang merasakan sukacita. Mereka mengumpulkan dana untuk dipersembahkan kepada Sangha. Setelah memberi persembahan, mereka berkata, “Anggota Sangha sekalian, kami akan menuju laut untuk mencari harta karun.””Jika kami kembali dengan aman dan selamat, kami akan memberi lebih banyak persembahan,”  Para Bhiksu pun mendoakan mereka.

 

Sesuai harapan, mereka kembali dengan hasil berlimpah. Sesuai janji, mereka kembali ke hutan untuk memberikan lebih banyak persembahan. Mereka memercayakannya kepada seseorang mamati. Para pedagang itu berkata, “Semoga persembahan kami ini dapat mencukupi kebutuhan Sangha dalam jangka waktu panjang sehingga kalian dapat melatih diri dengan tenang. “ “Kami percayakan harta ini kepada anda .” “Harap anda dapat mewakili kami membagikannya kepada semua anggota Sangha.” Mamati pun menerimanya.

 

Berselang beberapa waktu, persediaan bahan pangan pun habis. Seorang bhiksu berkata kepada mamati, “Kamu seharusnya mengeluarkan harta itu untuk membeli bahan pangan. “ Mamati menjawab, “Apa yang saya terima? “ “Saya tidak menerima apapun. “ “Tidak mungkin “ “Para pedagang memercayakan semua harta persembahan padamu. “”Kamu tidak boleh menyimpannya untuk kepentingan sendiri,” Mamati mulai bertutur kata kasar, “Jika ingin memiliki makanan yang enak, itu bergantung pada berkah kalian. “ “ Jika tak memiliki berkah yang cukup, maka kalian cukup memakan kotoran.” Bahan pangan 100.000 anggota Sangha dititipkan kepada satu orang. Akan tetapi, akibat bangkitnya ketamakan, dia mengambil semua harta itu. Ini berarti dia mengambil bahan pangan 100.000 anggota Sangha. Selain itu, dia juga bertutur kata buruk.

 

Bercerita sampai di sini, Buddha Sakyamuni berkata kepada murid-Nya, “Tahukah Kalian ? “ Cacing besar dalam lubang ini sudah berulang kali mengalami kelahiran kembali di alam neraka dan lubang kotoran “ Buddha mengingatkan para murid-Nya untuk menjaga tekad pelatihan diri dalam keseharian. Tubuh, ucapan dan pikiran kita harus dijaga dengan baik.

 

Sangatlah sulit untuk bertemu ajaran Buddha. Setelah bertemu ajaran Buddha,   sulit bagi kita untuk melatihnya. Untuk membangun ikrar luhur dan memperteguh tekad pelatihan diri di tengah masyarakat, jauh lebih sulit. Contohnya Mamati itu. Dia melatih diri pada Zaman Buddha hidup. Dia juga memiliki tekad pelatihan diri yang teguh. Dia dipercayakan oleh seorang umat yang tulus untuk membagikan persembahan. Melihat begitu banyak barang persembahan untuk 100.000 anggota Sangha, timbul ketamakan dalam dirinya untuk mengambil semuanya. Lihatlah, meski sudah lama melatih diri, niat buruk tetap dapat timbul dalam sekejap. Akibat sebersiat niat menyimpang dan tutur kata yang buruk, dalam waktu yang sangat panjang, dia terlahir di dalam lubang kotoran. Selama jangka waktu yang panjang, dia terlahir sebagai cacing di lubang kotoran dan terlahir di alam neraka. Dari kehidupan ke kehidupan, dia terlahir di neraka dan lingkungan hidup yang kotor. Bayangkan, bukankah ini sangat menakutkan ?

 

Jadi, sulit untuk terlahir sebagai manusia dan mendengar ajaran Buddha. Setelah berkesempatan untuk mendengar ajaran Buddha, kita harus menggengam kesempatan yang baik. Sulit untuk mendengar ajaran Buddha. Berhubung telah berkesempatan mendengar ajaran Buddha, kita harus bersungguh hati mendalaminya. Setelah bertekad untuk melatih diri, kita harus membangun Empat Ikrar Agung Bodhisattva untuk menyelamatkan semua makhluk dan mendalami semua ajaran Buddha.  Kita harus lebih memahaminya.

 

Demikianlah dituliskan kisahnya dari video Master Cheng Yen Bercerita – Cacing di Lubang Kotoran (070)  https://youtu.be/AihoWiM1qGg

 

Master Cheng Yen Bercerita : Disiarkan di Stasiun Televisi Cinta Kasih DAAITV INDONESIA : Channel  Jakarta 59 UHF, Medan 49 UHF
Setiap Sabtu  18.30 WIB; Tayang ulang: Sabtu 22.00 WIB, Sabtu (Minggu berikutnya)  06.00 WIB

TV Online : https://www.mivo.com/#/live/daaitv

GATHA PELIMPAHAN JASA
Semoga mengikis habis Tiga Rintangan
Semoga memperoleh kebijaksanaan dan memahami kebenaran
Semoga seluruh rintangan lenyap adanya
Dari kehidupan ke kehidupan senantiasa berjalan di Jalan Bodhisattva