Dengan kebijaksanaan-Nya, Buddha dapat memahami segala sesuatu di dunia ini, baik makhluk hidup maupun bukan. Yang tidak termasuk makhluk hidup ialah rumput, pohon, dan berbagai jenis barang kebutuhan sehari-hari manusia, seperti meja, ubin, kipas angin, lampu listrik, dan sebagainya. Singkat kata, segala materi yang terlihat oleh mata kita, semuanya membentuk dunia materi ini. Baik tempat tinggal kita, masyarakat kita, negara kita, maupun seluruh dunia, semua ruang dan materi inilah yang membentuk dunia materi ini.
Segala materi di dunia ini mengalami fase terbentuk, berlangsung, rusak, dan hancur. Tiada satu pun yang bisa bertahan selamanya. Sesungguhnya, Buddha memahami semua nafsu keinginan dan penderitaan semua makhluk. Hukum alam mengenai lahir, tua, sakit, dan mati serta kelahiran kembali di enam alam kehidupan, tidak ada yang tidak Buddha pahami.
Terhadap semua materi di dunia ini, Buddha bahkan memiliki pemahaman yang lebih mendalam. Buddha memahami kebenaran seluruh alam semesta sejelas melihat garis di telapak tangan sendiri. Jadi, Buddha sangat memahami umat manusia dan dunia ini. Beliau juga membimbing orang-orang dengan kebijaksanaan.
Suatu kali, tidak lama setelah masa varsa berakhir, beberapa murid Buddha datang dari jauh dan bersujud penuh hormat di hadapan Buddha untuk memberi salam. Melihat murid-murid-Nya, Buddha bertanya, “Dari mana kalian datang?” Salah seorang murid-Nya menjawab, “Gunung Vipula.” Buddha berkata, “Perjalanan kalian pasti sangat jauh.” Murid itu berkata, “Setelah masa varsa berakhir, kami sangat ingin bertemu dengan Yang Dijunjung. Jadi, sejak saat itulah kami memulai perjalanan. Hingga kini, kami baru bisa menemui Buddha di sini dan memberi salam kepada Buddha.”
Buddha lalu bertanya, “Adakah masalah dalam kehidupan sehari-hari? Apakah kalian aman dan selamat?” Murid itu menjawab, “Ya.” Buddha berkata, “Dalam keseharian, apakah kalian hidup damai dan stabil?” Murid ini berkata, “Terima kasih atas perhatian Yang Dijunjung. Tahun ini, kami menjalani masa varsa di Gunung Vipula yang lingkungannya sangat baik. Hati kami sangat tenang dan kehidupan kami baik-baik saja. Semua orang juga aman dan selamat. Hanya ada satu kekurangan.”
Buddha lalu bertanya, “Kekurangan apa?” Murid itu berkata, “Kala senja, ada banyak burung yang berkumpul di sekitar tempat kami menjalani masa varsa. Suara mereka sangat bising. Saat kami hendak bermeditasi, suara mereka sangat mengganggu.” Buddha lalu bertanya padanya, “Jika demikian, apakah kalian akan kembali ke tempat itu? Apakah kalian menyukai tempat itu?” Murid itu berkata, “Tempat itu sungguh cocok untuk melatih diri. Satu-satunya kekurangannya ialah suara burung yang bising di malam hari sehingga kami tidak bisa menenangkan pikiran. Ini yang agak mengganggu.”
Buddha lalu mengajarinya satu cara. Setelah pulang dan mulai mendengar suara burung saat senja, para anggota Sangha beranjali dengan tulus dan berkata pada burung-burung itu, “Burung sekalian, kami sangat membutuhkan bulu kalian sebagai persembahan.” Awalnya, burung yang datang tidaklah banyak, tetapi mendengar para anggota Sangha meminta bulu mereka sebagai persembahan, mereka segera mengadakan rapat. “Kini para anggota Sangha mulai mengajukan permintaan pada kita. Mereka meminta bulu kita. Kita harus berpikir dengan jernih. Apakah kita akan mempersembahkan bulu kita?”
Mendengar hal ini, burung-burung berkata, “Tidak. Bulu kita adalah yang paling berharga bagi kita. Bagaimana bisa kita mempersembahkannya? Jika tidak bisa memenuhi permintaan mereka, kita harus segera menjauhi mereka.” Sejak malam itu, kondisi di sana menjadi sangat hening. Burung-burung tidak berani mendekat lagi. Tidak lama kemudian, para anggota Sangha itu mengungkapkan rasa syukur kepada Buddha. “Berkat cara yang diajarkan oleh Yang Dijunjung, kini ladang pelatihan kami sangat sejuk di siang hari dan sangat hening di malam hari. Itu sungguh merupakan ladang pelatihan terbaik.”
Buddha kembali menjelaskan, “Saudara sekalian, kalian hendaklah tahu bahwa sebagai makhluk hidup, burung tahu untuk menyayangi bulu mereka. Sebagai manusia, kita hendaknya juga bisa mengasihi diri sendiri. Kita harus mengasihi jiwa kebijaksanaan kita. Seiring waktu, kita dapat menumbuhkan jiwa kebijaksanaan kita dengan Dharma. Burung saja mengasihi nyawa sendiri, apakah kita tak lebih dari burung?” Demikianlah Buddha menggunakan kebijaksanaan untuk membimbing semua makhluk hidup.
Jadi, di dunia materi ini, segala sesuatu memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Semua makhluk hidup memiliki keinginan yang hendak dipenuhi dan kecenderungan untuk melindungi diri sendiri. Di dunia makhluk hidup ini, semua makhluk diliputi delusi dan kebodohan. Karena itulah, Buddha berulang kali kembali ke dunia ini untuk membabarkan Dharma. Dengan berkah dan kebijaksanaan-Nya, barulah Buddha bisa memberikan bimbingan dan membabarkan Dharma kepada semua makhluk.
Bodhisatwa sekalian, demikianlah kebijaksanaan dan welas asih Buddha. Dengan welas asih, barulah kita bisa menjalin jodoh baik. Dengan menjalin jodoh baik, barulah semua makhluk akan dipenuhi sukacita. Dengan hati penuh sukacita, barulah kita dapat menyerap Dharma ke dalam hati. Dengan menyerap Dharma ke dalam hati, barulah kita bisa tersadarkan dari delusi.
Selain menyadarkan orang-orang, Buddha juga membabarkan berbagai prinsip kebenaran tentang dunia ini. Baik makhluk hidup maupun bukan, Buddha memahami semuanya sejelas melihat garis di telapak tangan sendiri. Namun, semua makhluk tetap diliputi delusi. Jadi, kita harus membangkitkan hakikat sejati kita. Tersadarkan tidaklah sulit asalkan kita lebih bersungguh hati setiap waktu.