Master Cheng Yen Bercerita ” Buah Karma Dua Bersaudara ” (020)
Video Youtube : https://youtu.be/2g1x0eHwtI8
Buddha selalu membabarkan kebenaran. Namun, karena kebodohan yang tebal, manusia hanya mendengarnya tanpa sungguh-sungguh meyakininya. Karena itu, kita terus menciptakan karma buruk dan terus membawanya dari kehidupan ke kehidupan. Meski banyak orang di antara kita sudah memahami kebenaran, tetapi kita selalu sulit mempraktikkannya.
Kita hanya mengetahuinya, tetapi tidak bisa mempraktikkannya. Kita bisa menjelaskannya kepada orang lain, tetapi kita sendiri tidak meyakini hukum sebab akibat secara mendalam. Karena itu, kita tidak tahu mengasihi diri sendiri dan tidak tahu bersumbangsih dengan penuh cinta kasih. Karena itu, kita terus menciptakan karma buruk hingga kehidupan selanjutnya. Ini sungguh disayangkan.
Di sebuah desa, ada sebuah keluarga berada. Sang ayah memiliki dua orang anak yang sangat patuh. Suatu hari, sang ayah yang sudah berusia lanjut berkata kepada kedua orang anaknya, “Yang ingin saya wariskan kepada kalian bukan bisnis keluarga. Yang ingin saya wariskan kepada kalian adalah nilai moralitas. Kalian harus meyakini hukum sebab akibat dan berdana dengan hati penuh sukacita. Kekayaan materi hanya bersifat sementara, tetapi kekayaan pahala bersifat abadi.”
Tidak lama kemudian, sang ayah meninggal dunia. Kedua anak itu sangat sedih. Anak sulung teringat kata-kata terakhir ayahnya sebelum meninggal, yaitu harus menjaga kekayaan pahala, bukan kekayaan materi. Sejak saat itu, dia sering ke vihara untuk mencari tahu apa yang dimaksud kekayaan pahala.
Dia mengkaji ajaran Buddha hingga sangat bersukacita. Dia juga sangat gemar berdana. Si adik tidak bisa mengerti mengapa kakaknya terus mendalami ajaran Buddha dan meninggalkan bisnis keluarga untuk dikelola oleh dirinya sendiri. Suatu hari, dia berkata kepada kakaknya, “Mengapa kamu tidak membantu saya mengelola bisnis?”
Sang kakak berkata, “Ayah berkata kepada kita bahwa kekayaan materi adalah terbatas. Yang abadi adalah kekayaan pahala. Saya ingin memanfaatkan tubuh pemberian orang tua kita untuk menciptakan pahala bagi mereka.” Si adik bertanya, “Bagaimana caranya?” Sang kakak menjawab, “Saya ingin memasuki pintu Buddha. Saya ingin mendedikasikan tubuh pemberian orang tua ini untuk Tiga Permata.”
Sejak saat itu, sang kakak sangat berfokus untuk mendalami ajaran Buddha hingga akhirnya meninggalkan keduniawian. Si adik terus mengelola bisnis keluarga. Tiga puluh tahun kemudian, kekayaannya sudah berkali lipat. Namun, dia sudah tua sakit, hingga akhirnya meninggal.
Sekitar empat atau lima tahun kemudian, di sebuah desa ada seekor kerbau yang bekerja keras setiap hari. Pedati yang mulanya memuat barang 80 persen penuh, ditambah muatannya hingga melebihi 100 persen. Kerbau itu terus menarik pedati hingga akhirnya berhenti karena kelelahan. Petani itu lalu memukulinya.
Hari demi hari, kerbau itu semakin kelelahan. Seluruh tubuhnya penuh dengan luka akibat dipukul. Suatu hari, seorang bhiksu melintasi desa itu. Pada saat itu, kerbau itu juga baru selesai membajak sawah dan dalam perjalanan pulang bersama si petani.
Si kerbau melihat bhiksu itu. Ia berlutut dan mendongak untuk melihat sang bhiksu sambil berlinang air mata. Melihat kerbau itu, bhiksu itu tiba-tiba teringat, “Apakah kamu adalah adik saya?” Kerbau itu semakin menangis dengan sedih. Ia menundukkan kepalanya di atas tapak kaki sang bhiksu seolah-olah ia mengakuinya, seolah-olah ia sedang bersujud, dan bertobat.
Mengetahui kerbau itu adalah adiknya, bhiksu itu berkata kepada petani, “Saya ingin membeli kerbau ini. Berapa harganya?” Melihat sang bhiksu sangat penuh cinta kasih, petani itu berkata, “Saya berikan kerbau ini pada Anda.” Lalu, bhiksu itu membawa si kerbau pulang ke viharanya.
Setiap hari, si kerbau melakukan puja kepada Buddha bersama dengan orang lain. Saat sang bhiksu membabarkan Dharma, ia juga ikut mendengar dengan tenang. Kerbau itu melewati sisa hidupnya di dalam vihara.
Dari kisah ini, kita bisa memahami bahwa jika diliputi kebodohan, karma buruk yang kita ciptakan akan semakin besar. Jadi, kita harus memahami hukum sebab akibat. Kita harus tahu bahwa pada kehidupan di dunia ini, kita hanya tahu berperhitungan untuk memperoleh lebih banyak. Namun, kita sama sekali tidak memahami hukum karma.
Kita tidak tahu bahwa kita terlahir ke dunia dengan tangan kosong dan meninggalkan dunia dengan tangan kosong. Yang terus mengikuti kita hanyalah karma. Pada kehidupan di dunia ini, jika kita tidak berbuat kebajikan dan tidak memupuk pahala, maka begitu jalinan jodoh di kehidupan ini habis, kita akan terjerat oleh benih karma buruk.
Jika tidak menamam benih baik dan menjalin jodoh baik, maka setelah usia kehidupan berakhir, kita akan terlahir di alam rendah. Alam rendah terdiri atas tiga jenis, yakni alam binatang, alam setan kelaparan, dan alam neraka. Contohnya kisah tadi. Salah satu orang dari dua bersaudara itu tidak memercayai hukum karma. Meski mendapatkan banyak uang, tetapi dia tetap terlahir di alam binatang.
Dia terlahir sebagai kerbau yang harus bekerja keras. Jadi, kita sungguh harus melatih diri dan menciptakan berkah. Dengan begitu, barulah kita memiliki makanan spiritual dan kekayaan pahala untuk kehidupan mendatang.
Demikianlah dituliskan kisahnya dari video Master Cheng Yen Bercerita ” Buah Karma Dua Bersaudara ” (020) https://youtu.be/2g1x0eHwtI8
Master Cheng Yen Bercerita : Disiarkan di Stasiun Televisi Cinta Kasih DAAITV INDONESIA :
Channel Jakarta 59 UHF, Medan 49 UHF
Setiap Sabtu 18.30 WIB; Tayang ulang: Sabtu 22.00 WIB, Sabtu (Minggu berikutnya) 06.00 WIB
TV Online : https://www.mivo.com/#/live/daaitv
GATHA PELIMPAHAN JASA
Semoga mengikis habis Tiga Rintangan
Semoga memperoleh kebijaksanaan dan memahami kebenaran
Semoga seluruh rintangan lenyap adanya
Dari kehidupan ke kehidupan senantiasa berjalan di Jalan Bodhisattva