Untuk memahami jalan agung dan mempraktikkannya, kita harus terlebih dahulu memperkukuh keyakinan dan ikrar. Perbedaan benih dan buah karma setiap orang sangatlah menakjubkan. Karma baik dan buruk yang diciptakan akan senantiasa menyertai seperti bayangan dan berbuah pada waktunya.

Buddha masa lalu, Buddha Prabhutaratna, datang untuk mendengar Dharma dan Buddha masa kini mengumpulkan semua jelmaan-Nya. Buddha yang memberikan nubuat bagi Devadatta sungguh penuh welas asih dan kebijaksanaan serta tidak menyimpan dendam. Jika ingin memahami jalan agung, kita harus bersungguh hati menghayati dan menyelami makna Sutra. Kita juga harus memperteguh tekad pelatihan kita. Untuk itu, kita harus memperkukuh keyakinan dan kekuatan ikrar kita.

Sebagian orang mungkin bertanya-tanya mengapa Devadatta yang begitu jahat bisa mendapatkan nubuat dari Buddha saat Beliau membabarkan Sutra Bunga Teratai. Orang-orang mungkin berpikir, “Jika hasil yang dituai bergantung pada baik atau buruknya benih yang ditabur, mengapa orang jahat juga bisa mencapai kebuddhaan? Mengapa kini Buddha memberikan nubuat baginya?”

Kita harus sangat bersungguh hati dan jangan ragu. Untuk memahami jalan agung, kita harus memperkukuh keyakinan dan kekuatan ikrar kita. Kita harus yakin pada hukum sebab akibat. Karma baik dan buruk yang diciptakan akan senantiasa menyertai seperti bayangan dan berbuah pada waktunya.

Devadatta memiliki kekuatan batin dan kekuasaan besar. Dia berniat untuk membunuh Buddha. Sebelum dia berhasil mendekati Buddha, bumi tiba-tiba retak. Devadatta terjatuh ke dalamnya, kemudian muncul kobaran api dari dalam bumi. Bagaimana mungkin dia bisa selamat? Demikianlah, Devadatta terjatuh ke dalam retakan bumi bersamaan dengan muncul kobaran api.

Ketika retakan itu tertutup kembali, Devadatta tidak lagi terlihat. Bukankah ini bagai terjatuh ke neraka hidup-hidup? Bukankah ini merupakan buah karmanya? Apakah Buddha sungguh tidak bisa membedakan baik dan buruk?

Di Rajagrha, Buddha memimpin para murid-Nya melatih diri. Suatu hari, seorang bhiksu menemui Ananda dan berkata, “Yang Arya, aku mendengar bahwa Yang Dijunjung mengeluarkan Devadatta dari Sangha di hadapan banyak orang serta melarangnya melatih diri dalam Sangha. Semua orang membicarakan hal ini. Apakah Devadatta telah melakukan pelanggaran berat? Yang Dijunjung bahkan mengatakan bahwa Devadatta akan terjatuh ke neraka. Benarkah demikian? Benarkah Devadattva tidak bisa menjadi bagian dari Sangha lagi? Apakah penyebabnya?”

Mendengar ucapan bhiksu ini, Ananda hanya mengangguk dalam diam untuk membenarkan pertanyaannya. Bhiksu itu berkata, “Pelanggaran apa yang telah dilakukan Devadatta? Dia memiliki kekuatan batin yang luar biasa dan pengaruh besar. Ada banyak orang yang sangat menghormatinya. Apakah dia tidak bisa kembali dalam Sangha lagi?”

Ananda berkata, “Yang Dijunjung telah berkata demikian dan Devadatta memang benar melanggar banyak aturan dalam Sangha. Kita harus percaya bahwa Buddha tidak akan mengubah keputusan-Nya.” Mendengar ucapan Ananda, bhiksu itu pergi dengan putus asa.

Ananda lalu menemui Buddha dan berkata bahwa sebelumnya, ada seorang bhiksu yang memohon keringanan bagi Devadatta. Buddha berkata, “Segera panggil bhiksu itu ke sini. Dia mungkin belum lama bergabung dalam Sangha sehingga kurang memahami aturan Sangha. Jangan membiarkannya salah paham. Panggillah dia ke sini dan Aku akan menjelaskan padanya.” Tidak lama kemudian, Ananda pun kembali bersama bhiksu tersebut.

Buddha berkata, “Apakah engkau keberatan dengan hukuman-Ku terhadap Devadatta?” Bhiksu ini tidak berani berbicara.

Buddha lalu berkata padanya, “Terhadap sesuatu yang tidak dipahami, orang-orang hendaknya tidak membahasnya. Rasa hormat orang-orang terhadap Devadatta karena kekuatan batinnya telah membangkitkan kesombongannya sehingga membuatnya terpuruk. Sebelum memuji seseorang, kita hendaknya mencari tahu apakah dia memiliki pelatihan diri dan keluhuran. Sebelum menyalahkan seseorang, kita hendaknya mencari tahu apakah dia telah melakukan kejahatan. Kita harus bisa membedakan benar dan salah. Jika tidak sungguh-sungguh menjaga ucapan kita, kita mungkin juga akan menciptakan karma buruk. Melatih diri hendaknya bukan demi menunjukkan kekuatan batin di hadapan orang-orang untuk memperoleh keuntungan atau rasa hormat dari mereka. Ini tidaklah benar. Ini berarti tamak akan keuntungan pribadi. Karena itulah, Devadatta tidak bisa tetap berada dalam Sangha. Ini akan membuatnya menciptakan karma buruk yang lebih berat.”

Buddha bahkan berkata pada bhiksu ini, “Devadatta telah memecah belah Sangha, melukai-Ku hingga berdarah, dan membunuh seorang Arhat. Setelah melakukan kesalahan seperti ini, bagaimana bisa Devadatta tetap berada dalam Sangha? Tidak perlu diragukan lagi bahwa dia akan terjatuh ke neraka di masa mendatang.”

Buddha kembali menjelaskan kepada bhiksu tersebut mengapa Devadatta bisa dikeluarkan dari Sangha. Bhiksu ini akhirnya memahami bahwa Devadatta telah melakukan kesalahan berat dan bukan keluar dari Sangha secara sukarela, melainkan diusir oleh Buddha. Atas semua perbuatannya, Devadatta akan terjatuh ke alam neraka. Namun, jalinan jodoh tidak terbayangkan. Berhubung telah mendengar Dharma dalam jangka panjang dan selalu hidup di era yang sama dengan Buddha, Devadatta pun memiliki jalinan jodoh yang menakjubkan.

Hakikat kebuddhaan terdapat dalam diri setiap orang dan prinsip kebenaran terkandung dalam segala sesuatu di alam semesta. Saat memiliki jalinan jodoh baik, kita hendaknya menerima prinsip kebenaran, terus melatih diri sesuai ajaran Buddha, dan terus meneladan Buddha hingga pikiran kita terbebas dari kebencian. Jika bisa demikian, kita akan makin dekat dengan hakikat sejati kita. Kembali pada hakikat sejati berarti menyatu dengan Dharma dan kebenaran alam semesta.