“Orang yang memiliki niat mendalam untuk mencari Dharma, berikrar mencapai kebuddhaan, hendaknya menanam dalam-dalam benih Bodhi demi memperoleh jalinan jodoh murni.” Kita harus memandang penting niat mencari Dharma. Niat ini haruslah sangat mendalam. Kita yang berikrar untuk mencapai kebuddhaan hendaklah memandang penting niat ini. Ikrar adalah tujuan. Kita membangun Empat Ikrar Agung dan berikrar untuk mempraktikkan Empat Pikiran Tanpa Batas.

Empat Ikrar Agung mencakup ikrar untuk membimbing semua makhluk dan mempelajari semua pintu Dharma. Kita juga berikrar untuk mempraktikkan cinta kasih, welas asih, sukacita, dan keseimbangan batin di tengah masyarakat. Jadi, kita berikrar untuk mencapai kebuddhaan. Berhubung berikrar untuk mencapai kebuddhaan, kita harus menanam dalam-dalam benih Bodhi.

Kita hendaknya senantiasa bersungguh-sungguh menanam benih Bodhi. Benih ini harus ditanam dalam-dalam. Dengan demikian, setelah benih ini bertunas dan perlahan-lahan bertumbuh menjadi pohon besar, akarnya akan tertanam dalam dan dahannya akan tumbuh rimbun. Jadi, kita harus menanam dalam-dalam benih Bodhi dan membina keluhuran untuk memperoleh jalinan jodoh murni.

Kita harus mementingkan hukum sebab akibat. Buddha selalu membimbing kita dengan kisah-kisah dari masa lalu, masa kini, dan masa depan tentang hukum sebab akibat.

Ada seorang tetua yang memiliki seorang anak yang sudah bisa berbicara saat masih sangat kecil. Pertama-tama, dia berkata, “Apakah Buddha masih ada di dunia ini?”

Orang tuanya terkejut dan berkata, “Ya.”

Orang tuanya merasa sangat heran dan segera meminta petunjuk kepada Buddha. Buddha berkata bahwa anak ini memiliki kapasitas besar. Orang tuanya pun merasa tenang mendengarnya.

Anak ini kembali berkata pada orang tuanya, “Jika Buddha masih ada di dunia ini, bukankah kita hendaknya memberi persembahan kepada Buddha dan Sangha?”

Ayahnya berkata, “Tidak semudah itu memberi persembahan kepada Buddha dan Sangha.”

Anak ini berkata, “Jika kita menyiapkan makanan berkualitas dengan hati tertulus, Buddha pasti akan datang.”

Anak ini juga meminta untuk disediakan 3 tempat duduk. Dia berkata, “Tempat duduk pertama untuk Buddha. Bolehkah tempat duduk kedua disediakan untuk ibuku di kehidupan sebelumnya? Bolehkah kita mengutus orang ke Varanasi untuk menjemput ibuku di kehidupan sebelumnya agar aku dapat memberi persembahan padanya? Tempat duduk ketiga untuk ibuku di kehidupan sekarang.”

Orang tuanya lalu mengutus orang ke Varanasi untuk menjemput ibunya di kehidupan sebelumnya sesuai alamat yang diberikannya. Setelah semua persiapan matang, Buddha pun datang bersama para anggota Sangha. Setelah mereka memberi persembahan kepada Buddha dan Sangha, Buddha pun membabarkan Dharma dan semua orang dipenuhi sukacita.

Waktu terus berlalu. Setelah tumbuh dewasa, dia memohon restu orang tuanya untuk meninggalkan keduniawian. Setelah bergabung menjadi anggota Sangha dan mempelajari Dharma, dia mencapai tingkatan Srotapanna. Semua orang merasa heran. Ananda pun bertanya kepada Buddha tentang jalinan jodohnya di masa lampau. Buddha pun mulai menceritakan sebuah kisah.

Beberapa waktu sebelum itu, di Varanasi ada seorang tetua yang sangat kaya. Setelah tetua ini meninggal dunia, keluarganya pun jatuh miskin. Sejak kecil, putranya selalu hendak memberi persembahan kepada Sangha seperti orang lain, tetapi tidak mampu melakukannya.

Dia pun berkunjung ke rumah seorang tetua lain dan berkata, “Selama setahun, aku akan melakukan apa pun yang Anda suruh. Meski harus mengorbankan nyawaku, aku pun rela. Aku hanya meminta seribu tahil.” Tetua itu pun menyetujui permintaannya.

Setahun kemudian, saat anak itu menerima upahnya selama setahun, tetua itu bertanya padanya, “Sesungguhnya untuk apa uang ini?”

Anak itu berkata, “Aku memiliki satu harapan, yaitu memberi persembahan pada Buddha dan Sangha.”

Tetua itu berkata, “Harapanmu sangat baik. Aku akan meminjamkan tempat ini padamu dan membantumu menyiapkan persembahan.”

Anak itu sangat gembira. Dia berhasil mewujudkan harapannya untuk memberi persembahan kepada Buddha dan Sangha. Namun, tidak lama kemudian, dia meninggal dunia. Setelah dia meninggal dunia, istri tetua itu pun mengandung dan lahirlah seorang anak.

Bercerita sampai di sini, Buddha berkata, “Perlu kalian ketahui bahwa pemuda yang kini bergabung dengan Sangha adalah anak di kehidupan sebelumnya. Dalam waktu belasan tahun, karmanya telah berbuah.” Inilah hukum sebab akibat. Kita tahu bahwa karma di kehidupan lampau dan sekarang menentukan kondisi di kehidupan mendatang. Kita bisa memahaminya. Jadi, kita harus meyakini hukum sebab akibat.

Anak itu bersedia mendedikasikan hidupnya selama setahun demi memberi persembahan pada Buddha dan Sangha. Bukankah dia telah mendedikasikan kehidupannya? Dia mengambil keputusan seperti itu demi memberi persembahan pada Buddha dan Sangha. Bukankah dia sangat tekun dan senantiasa membina cinta kasih?

Agar bisa memahami Dharma, dia memberi persembahan kepada Buddha dan Sangha dengan mendedikasikan kehidupannya. Pada orang seperti inilah kita dapat membabarkan Dharma. Untuk menapaki Jalan Bodhisattva, kita harus membangun tekad Mahayana dan melatih diri dengan tekun. Anak itu tekun melatih diri serta memiliki tekad dan ikrar yang teguh.

Dia membangun Empat Ikrar Agung serta mempraktikkan Empat Pikiran Tanpa Batas. Ini disebut membangun tekad Mahayana dan melatih diri dengan tekun tanpa mundur. Dalam mempelajari ajaran Buddha, kita harus terus melangkah maju. Jangan maju selangkah, lalu mundur dua langkah.

Kita hendaknya tekun belajar setiap waktu dengan mendedikasikan kehidupan kita. Kita harus mementingkan ajaran Buddha, menyerapnya ke dalam hati, dan terus melangkah maju setiap hari.