Dunia dan manusia membutuhkan keselarasan empat unsur alam dan kelembapan yang pas. Di sebagian wilayah, curah hujan sangat tinggi dan udara sangat lembap dalam jangka panjang. Di tempat yang sangat lembap, tubuh manusia dan materi lainnya akan mengalami kerusakan dengan cepat. Kelembapan berlebih tidak cocok untuk manusia dan materi lainnya. Jika sebatang pohon terendam air sepanjang tahun, akar, ranting, dan daunnya pun akan membusuk. Jadi, yang kita butuhkan ialah keselarasan. Hanya cuaca yang bersahabat atau selaraslah yang dapat membawa manfaat bagi dunia dan manusia.

Buddha berharap setiap orang dapat memahami semua kebenaran dan menyerap Dharma ke dalam hati. Jika kita membabarkan kebenaran yang terlalu dalam kepada orang yang berkapasitas kecil, dia tidak akan bisa menerimanya. Bagai merendam sebatang rumput kecil di dalam lumpur, lama-kelamaan ia akan membusuk dan benihnya akan hancur. Prinsipnya sama. Karena itu, Buddha harus memberikan ajaran yang sesuai pada waktu yang tepat.

Buddha selalu memberikan ajaran pada waktu yang tepat dan sesuai kapasitas masing–masing orang. Bagaimana cara kita menerima Dharma dengan tepat? Bagaimana kita menumbuhkan jiwa kebijaksanaan kita? Benih apa yang hendaknya kita tanam dalam ladang batin kita dan dibasahi dengan Dharma? Bagaimana hendaknya kita menggarap ladang batin kita? Ini semua perlu kita pahami.

Kita terus mengatakan bahwa Buddha memberikan ajaran sesuai kapasitas semua makhluk, tetapi yang Buddha ajarkan adalah satu-satunya Dharma sejati. Hanya saja, kapasitas semua makhluk berbeda-beda sehingga Buddha hanya bisa membabarkan Dharma sesuai kapasitas masing-masing pendengar. Sesungguhnya, harapan terbesar Buddha ialah semua makhluk dapat menyelami Jalan Agung, satu-satunya Dharma sejati, dan kembali pada hakikat kebuddhaan yang murni. Inilah harapan terbesar Buddha.

Berhubung sebagian besar makhluk hidup mendengar Dharma seperti ini, maka meski Dharma yang kita dengar dapat membimbing kita mencapai kebuddhaan, kita tetap tersesat di tengah semua makhluk yang tak terhitung jumlahnya. Meski telah menerima Dharma dan memperoleh pahala, kita tetap melekat pada pandangan masing-masing dan tidak bisa memahami Dharma secara menyeluruh. Karena itulah, kita tidak paham bahwa Buddha memberikan ajaran sementara kepada semua makhluk sesuai kebutuhan masing-masing ialah demi membimbing semua makhluk memahami satu-satunya Dharma sejati.

Suatu ketika, ada sepasang suami istri. Sang suami adalah pengikut brahmana yang taat, sedangkan sang istri pernah mendengar ajaran Buddha dan merupakan umat Buddha yang taat. Saat Buddha pergi ke daerah mereka, sang istri yang sangat taat sering mendengar Dharma.

Suatu hari, setelah selesai memasak dan tengah membawa masakannya ke luar dapur, dia tiba-tiba terjatuh sendiri sehingga masakannya berserakan di lantai. Dia sangat ketakutan dan khawatir dirinya akan mengalami luka parah. Setelah bangun, dia segera melafalkan nama Buddha.

Mendengar bunyi dirinya terjatuh, suaminya segera berlari ke dalam rumah dan pas melihatnya bergumam, “Aku menyatakan berlindung kepada Dharma. Aku menyatakan berlindung kepada Sangha. Buddha dapat membabarkan Dharma untuk membimbing semua makhluk.”

 

Mendengar gumamannya, suaminya dengan marah berkata, “Apakah engkau seorang Candala?” Candala adalah kaum rendahan. “Aku tidak suka engkau meyakini ajaran bhiksu botak yang mengumpulkan makanan dari pintu ke pintu. Itu adalah keyakinan kaum rendahan. Engkau adalah kaum bangsawan. Mengapa punya keyakinan yang sama dengan mereka?” 

Istrinya segera berkata padanya, “Maafkanlah aku. Namun, Buddha tidak seperti yang engkau katakan. Engkau hendaknya menghormati Buddha. Jangan berkata-kata kasar tentang Buddha.”

 

Sang suami berkata, “Aku tidak mengerti mengapa engkau menganut keyakinan seperti ini. Bawalah aku untuk menemui bhiksu botak itu.” Istrinya terus menasihatinya, tetapi dia tetap pergi untuk menemui Buddha.

Saat tiba di Jetavana, dari kejauhan dia sudah melihat Buddha duduk dengan damai dan ada banyak orang yang tengah mendengar Dharma. Saat dia tiba di sana, hatinya pun tenang dengan sendirinya. Dia lalu duduk di samping dalam diam.

Melihat dirinya datang, Buddha pun mulai memberikan ajaran sesuai kondisinya, “Menghancurkan kebencian membuat orang tidur nyenyak. Melenyapkan kebencian membebaskan orang dari kerisauan. Manavaka, demikianlah yang hendaknya engkau pahami. Makhluk yang dapat melenyapkan kebencian dipuji oleh para makhluk suci dan dapat terbebas dari kerisauan.”

 

Artinya, seseorang tidak bisa tidur karena diliputi noda batin. Noda batin seperti apakah itu? Kebencian. Jika dapat melenyapkan kebencian, seseorang dapat tidur nyenyak. Kebetulan, sang suami mengalami insomnia setiap malam. Mendengar kata-kata Buddha yang seakan tertuju padanya, dia menyadari bahwa kebencianlah penyebab insomnianya. Selain itu, mendengar bahwa melenyapkan kebencian membebaskan orang dari kerisauan, dia berpikir, “Benar, hati saya selalu dipenuhi kerisauan dan tidak tahu bagaimana mengatasinya. Ternyata, terdapat kebencian di dalam hati saya yang membuat saya sering merasa risau.” 

Buddha juga menggunakan sapaan “manavaka” yang berarti kaum muda yang kaya. “Manavaka, jika engkau dapat melenyapkan kebencian di dalam hatimu, demikianlah yang dipuji oleh para makhluk suci. Jika dapat melenyapkan seluruh kebencian itu, engkau akan terbebas dari kerisauan.”

 

Manavaka ini lalu bangun sendiri dari tempat duduknya, bertobat di hadapan Buddha, dan menyatakan berlindung kepada Buddha. Demikianlah Buddha membabarkan Dharma sesuai kondisi saat melihat ada orang yang datang dengan marah sehingga orang tersebut dapat menerimanya.

Setelah pulang ke rumah, sang suami meminta maaf pada istrinya dan berkata, “Buddha yang engkau yakini adalah Yang Maha Bijaksana Dan Maha Sadar.” “Aku pun telah menanam benih kebajikan di dalam batinku.” “Semoga kita dapat melatih diri bersama dan menerima basuhan Dharma yang bagai hujan dan embun.” Demikianlah kisah ini.

Sungguh, ladang batin kita semua sudah terlalu kering sehingga tidak ada benih yang dapat bertumbuh. Kita mungkin sama seperti manavaka, sang suami dalam kisah tadi. Sebelum mengenal Dharma, kita hanya melihat dan mendengar hal-hal yang tidak menyenangkan. Kini, setelah mengenal Dharma, hati kita dipenuhi sukacita dalam Dharma. Ini karena hujan Dharma telah membasahi ladang batin kita.