Hati kita harus jujur dan tulus. Kita harus yakin, sungguh-sungguh, tulus, dan benar. Bukankah kita harus senantiasa menyimpan ini di dalam hati saat berinteraksi dengan orang atau menangani suatu masalah. Jadi, kita harus tulus dalam menghadapi semua orang dan menangani semua masalah.
Jika tak memiliki keyakinan dan ketulusan yang cukup, maka secara alami kita akan melakukan banyak kekeliruan dan membangkitkan sikap bermalas-malasan, kebodohan, kebencian, dan lain-lain. Jika demikian, maka keyakinan benar, pemahaman benar, dan pandangan benar semuanya akan terlenyapkan. Tanpa keyakinan yang benar, tanpa ketekunan dan semangat, tanpa perhatian benar, dan tanpa konsentrasi benar, bagaimana kebijaksanaan dapat bertumbuh? Ini akan menyebabkan kita menciptakan banyak karma buruk.
Untuk memperoleh kepercayaan dari orang lain, kita harus menaati peraturan. Dalam melakukan segala sesuatu, kita tidak boleh menipu orang lain. Jika tidak, maka kita akan merasakan penyesalan pada akhirnya. Kita harus sangat bersungguh hati.
Kita jangan hanya tahu memohon berkah. Jika tak mendapatkan apa yang diinginkan, kita lalu merasa menderita. Kita harus berhati tulus, tidak menipu orang lain, serta tekun dan bersemangat berlatih ajaran Buddha. Pikiran kita harus jernih dan murni. Dengan menjaga keteguhan pikiran, secara alami kebijaksanaan akan bertumbuh.
Dahulu ada sebuah kisah seperti ini. Ada seorang kakak yang memiliki sebidang lahan yang luas. Dia bercocok tanam di ladangnya setiap hari. Dia bekerja dengan susah payah. Dia berpikir untuk pergi memohon kepada dewa supaya memberinya berkah besar pada kehidupan ini dan mendatang.
Dia lalu berkata kepada adiknya, “Ikutlah dengan saya. Saya akan menunjukkan ladang saya kepadamu. Saya akan memberi tahumu tanaman apa yang sesuai ditanam pada lahan ini.” Si kakak memiliki sebidang lahan yang luas. Dia berkata kepada adiknya, “Kamu harus bekerja keras untuk bercocok tanam agar tanaman dapat bertumbuh.” Dia bertanya pada adiknya, “Paham?” “Ya, saya paham.”
Si kakak pun pergi ke kelenteng dengan tenang. Di sana, dia menyiapkan banyak persembahan dan berdoa dengan tulus semoga dewa memberinya berkah yang berlimpah. Setiap hari, dia pergi memohon berkah. Dia bersembahyang dengan hati yang tulus dan berdoa semoga dewa memberikan berkah untuknya.
Suatu hari, sang dewa berpikir, “Pada kehidupan lalu, pria ini tidak menciptakan berkah dan enggan berdana. Pada kehidupan ini, dia juga tidak menciptakan berkah bagi umat manusia dan tidak berdana dengan niat baik. Dia hanya terus memohon berkah. Jika tidak memberinya berkah, di dalam hatinya akan terbangkitkan kemarahan dan kebencian untuk memfitnah.”
Sang dewa mendapat satu ide. Dia menjelma dalam wujud adiknya dan muncul di hadapan si kakak. Melihat adiknya, si kakak berkata, “Kamu tidak bercocok tanam di rumah, untuk apa kamu datang ke sini?” Si adik menjawab, “Bercocok tanam adalah pekerjaan keras. Karena itu, saya datang untuk memohon berkah kepada dewa. Saya berharap tanpa perlu membajak sawah dan menabur benih, tanaman-tanaman di ladang dapat bertumbuh sendiri.”
Si kakak menjawab, “Kamu adik yang bodoh. Jika kamu tidak menabur benih, bagaimana mungkin tanaman dapat bertumbuh? Tidak ada hal seperti itu di dunia. Cepat pulang untuk bercocok tanam.” Dewa segera menampakkan diri di hadapan si kakak.
Dewa berkata, “Benar katamu. Jika tidak menabur benih, maka tanaman tidak dapat bertumbuh. Pada kehidupan lalu, kamu tidak menciptakan berkah dan pada kehidupan ini, kamu tidak memiliki niat baik. Kamu hanya berpikir untuk memohon berkah. Ini sangat menyulitkan saya. Tanpa menanam benih, kamu tak akan memperoleh buah. Lebih baik kamu pergi melakukan kebaikan agar dapat menuai buah berkah. Kamu harus meyakini hukum sebab akibat.”
Tanpa menanam benih, kita tidak akan menuai buah. Meski kita sangat giat melatih diri, menjalani puasa makan, dan bersembahyang, tetaplah tidak berguna. Ini malah membuat dewa serba salah. Kita harus menciptakan berkah sendiri. Untuk menciptakan berkah, kita harus lebih banyak menanam benih baik dan menjalin jodoh baik. Jadi, kita harus memahami hukum sebab akibat.
Buddha datang ke dunia untuk menyadarkan kita bahwa jika menanam benih buruk, maka kita akan menerima konsekuensinya; jika menanam benih baik, maka kita akan memperoleh berkah. Inilah hukum sebab akibat. Untuk mengikis karma buruk, kita harus menciptakan berkah.
Dalam interaksi antarsesama, kita harus senantiasa berhati lapang. Kita harus berhati lapang dan senantiasa berpikiran murni. Jika kita melakukan hal yang menambah karma buruk dan noda batin, kita hendaknya bertobat. Kita harus bertobat setulus hati untuk melenyapkan kebencian dan amarah orang lain.
Kita harus terus menebus kesalahan. Jika kita dapat bertobat dan menebus kesalahan dengan tulus, maka kita dapat melenyapkan benih penderitaan, jalinan jodoh buruk, dan buah karma buruk. Di saat yang bersamaan, kita juga hendaknya menanam benih karma dan menjalin jodoh baik. Dengan begitu, secara alami kita akan memperoleh berkah, Jadi, bencana atau berkah bergantung pada perbuatan sendiri.
Demikianlah dituliskan kisahnya dari video Master Cheng Yen Bercerita – Kakak Adik Bercocok Tanam (088) https://youtu.be/ApkixlMWIK4
Master Cheng Yen Bercerita : Disiarkan di Stasiun Televisi Cinta Kasih DAAITV INDONESIA : Channel Jakarta 59 UHF, Medan 49 UHF
Setiap Sabtu 18.30 WIB; Tayang ulang: Sabtu 22.00 WIB, Sabtu (Minggu berikutnya) 06.00 WIB
TV Online : https://www.mivo.com/#/live/daaitv
GATHA PELIMPAHAN JASA
Semoga mengikis habis Tiga Rintangan
Semoga memperoleh kebijaksanaan dan memahami kebenaran
Semoga seluruh rintangan lenyap adanya
Dari kehidupan ke kehidupan senantiasa berjalan di Jalan Bodhisattva