Keyakinan dan pemahaman sangatlah penting dalam mempelajari Dharma. Yang bijaksana dapat memperoleh pemahaman dari perumpamaan. Untuk menghayati Dharma yang begitu mendalam serta menyatukan batin kita dengan seluruh kebenaran alam semesta, itu tidaklah mudah. Orang yang sangat bijaksana juga membutuhkan waktu yang sangat lama untuk bisa memahami Dharma.

Dengan menganalisis kebenaran dari hal-hal yang terjadi di sekitar kita ataupun perumpamaan, barulah kita dapat perlahan-lahan memiliki keyakinan dan pemahaman terhadap Dharma. Buddha ingin kita memahami bahwa di tengah siklus lahir, tua, sakit, dan mati, yang akan bertahan hingga akhir ialah hakikat sejati kita.

Kita harus memanfaatkan tubuh kita untuk mendalami Dharma, bersungguh-sungguh melatih diri, serta melenyapkan noda dan kegelapan batin agar hakikat sejati kita perlahan-lahan terbangkitkan dan sebelum meninggalkan tubuh ini, kita dapat memahami kebenaran di kehidupan sekarang. Dengan memahami kebenaran dan bertekad di kehidupan sekarang, barulah kita dapat memiliki jalinan jodoh untuk melatih diri dari kehidupan ke kehidupan.

Suatu hari, Raja Mahaprabhasa dan menterinya pergi untuk menikmati keindahan alam. Raja menunggangi seekor gajah yang sangat cantik dan telah dilatih secara khusus. Para menteri juga menunggangi gajah. Kawanan gajah berjalan maju dengan santai dan mereka menikmati pemandangan alam.

Di sebuah hutan, mereka bertemu seekor gajah betina. Tiba-tiba, gajah yang ditunggangi sang raja mengejar gajah betina itu karena tertarik padanya. Makin cepat gajah betina itu berlari, makin cepat pula gajah sang raja mengejarnya.

Melihat gajah yang ditunggangi sang raja berlari cepat ke depan dan lepas kendali, pelatih gajah pun berkata kepada sang raja, “Raihlah ranting pohon untuk menyelamatkan diri.” Raja pun meraih ranting pohon dengan kedua tangannya dan membiarkan gajahnya lari. Semua orang sangat takut. Pelatih gajah itu segera maju untuk menyelamatkan sang raja. Raja sungguh sangat ketakutan.

Setelah kembali ke istana, sang raja sangat murka. Raja menyalahkan pelatih gajah dan hendak memberinya hukuman mati. Raja berkata, “Sebenarnya, engkau bisa melatih gajah atau tidak?”

Pelatih gajah berkata kepada sang raja, “Gajah ini tertarik pada lawan jenisnya. Ini tidak bisa dilatih atau dikendalikan. Jika Yang Mulia hendak memberiku hukuman mati, aku akan menerimanya. Namun, bisakah Yang Mulia memberiku waktu tiga hari? Tiga hari kemudian, gajah ini pasti akan kembali.”

Raja berpikir, “Bagaimana mungkin gajah yang telah kabur ke dalam hutan bisa kembali lagi?” Namun, sang raja tetap memberinya waktu tiga hari.

Tiga hari kemudian, gajah itu benar-benar kembali ke istana. Cara apa yang akan digunakan pelatih gajah ini untuk membuktikan bahwa gajah itu patuh padanya? Dia membakar tujuh buah bola besi hingga semuanya membara.

Setelah gajah itu berlutut di hadapannya, pelatih gajah itu berkata, “Karena nafsumu terhadap gajah betina itu, engkau melakukan kesalahan yang begitu besar. Kita berdua bertanggung jawab dalam hal ini. Hanya dengan kematianlah kita dapat menunjukkan pertobatan dan kesetiaan kita terhadap Yang Mulia.”

Pelatih itu sangat menyayangi gajah itu sehingga merasa sangat sedih, tetapi dia tidak berdaya dan harus menghukum mati gajah itu. Meski meneteskan air mata, gajah itu tetap sangat patuh padanya. Ia mengambil bola besi pertama dengan belalainya, lalu menelannya. Setelah menelan ketujuh bola besi, gajah itu pun mati.

Raja lalu bertanya, “Bagaimana menaklukkan nafsu keinginan seperti ini?”

Pelatih itu berkata, “Ini merupakan sejenis kegelapan batin. Hanya Buddha yang bisa menaklukkannya. Namun, kita hidup di zaman tanpa Buddha.”

Raja bertanya, “Bagaimana cara mencapai kebuddhaan?”

Pelatih itu berkata, “Seseorang perlu melatih diri selama berkalpa-kalpa yang tak terhitung untuk melenyapkan segala noda batin, baru bisa memahami seluruh kebenaran alam semesta dan mencapai pencerahan tertinggi seperti Buddha.” Raja sangat tersentuh mendengarnya sehingga bertekad untuk mencapai kebuddhaan dan sepenuhnya menaklukkan kegelapan batin dan nafsu keinginan.

Setelah menceritakan kisah ini, Buddha berkata bahwa Raja Mahaprabhasa adalah salah satu dari kehidupan lampau-Nya. Demikianlah awal mula Beliau membangun tekad. Setelah berkalpa-kalpa yang tak terhitung, Beliau pun memahami kebenaran alam semesta dan berharap dapat membimbing semua makhluk dengan prinsip kebenaran agar semua makhluk dapat menaklukkan nafsu keinginan diri sendiri. Jadi, segala noda dan kegelapan batin berawal dari ketamakan.

Lewat kisah ini, Buddha menggunakan perumpamaan agar kita dapat memahami bahwa pelatihan diri adalah sebuah jalan yang sangat panjang. Kita harus sungguh-sungguh menjaga akar kebajikan kita serta memiliki keyakinan dan pemahaman yang mendalam. Inilah pedoman bagi praktisi Buddhis. Jadi, kita harus meyakini dan menyerap Dharma ke dalam hati. Setelah menyerap Dharma ke dalam hati, barulah kita dapat menaklukkan kegelapan batin.

Contohnya gajah itu. Meski ia sangat patuh kepada pelatih gajah itu, tetapi saat nafsu keinginannya terbangkitkan, ia tidak bisa mengendalikan diri dan berlari mengejar gajah betina itu. Lihatlah betapa sulitnya menaklukkan nafsu keinginan. Jadi, kita harus memiliki keyakinan dan pemahaman yang mendalam terhadap Dharma, baru bisa menaklukkan kegelapan batin kita.